Khamis, 29 Januari 2009

Cerita dan kisah menarik

Kedai-Buku.com: Gedung Rujukan Buku Agama & Panduan

Manusia Berilmu Tidak akan Miskin kerana Kaya dengan Pengetahuan.



Taqwa, Cinta & Zuhudnya Para Sahabat
Tuan Rumah yang Menyambut Kedatangan Rasulullah di Madinah


Sesungguhnya, betapa mulia catatan sejarah hidupnya. Terpancarlah keutamaan di atas rumah Khalid Ibn Sa’id yang dijuluki sebagai Abu Ayyub itu. Unta Nabi SAW duduk berhenti di hadapan rumahnya. Hal ini membuat semua orang mengarahkan pandangan mata kepadanya. Bukan saja orang Ansar, tetapi seluruh penduduk Madinah. Kehormatan semacam itu amat diharapkan oleh setiap orang Ansar yang dilaluinya.

Mereka berdiri di depan rumahnya masing-masing selama beberapa saat, menunggu lalunya Rasulullah SAW. Mereka semua ingin mengajak baginda agar mahu berkunjung ke rumahnya. Namun setiap kali Nabi SAW lalu di hadapan rumah kaum Ansar, tuan rumahnya berdiri di hadapan unta Nabi sambil memegangi kekangnya seraya berkata kepada Nabi SAW: “Ya Rasulullah, singgahlah sejenak ke rumah kami. Sedemikian jauh Rasulullah menolaknya, baginda berkata sambil memberi isyarat kepada untanya: “Biarkan ia meneruskan perjalanannya. Sebenarnya ia telah diperintahkan demikian.”

Sampai Rasulullah tiba di salah satu rumah bapa saudara baignda (dari pihak ibu), ia menjawab dengan ungkapan seperti di atas saat mereka berusaha menghentikan kekang untanya. Setelah orang-orang melepaskan kendali unta agar boleh melanjutkan perjalanan sendiri, dan Rasulullah SAW juga begitu, unta tadi berjalan sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Akhirnya sampailah ia ke rumah Malik Ibn Al-Najjar. Unta tadi berhenti sebentar lalu berdiri dan berjalan lagi beberapa langkah, lantas untuk yang kedua kalinya berhenti di depan rumah Abu Ayyub Al-Ansari, lekuk lehernya menempel di tanah dan mengeluarkan suara tanpa membuka mulutnya.

Nampak sikap kaum Ansar iri terhadap Abu Ayyub yang membawa tali kekang unta Rasulullah, masuk ke rumahnya yang tersusun dua tingkat. Abu Ayyub berserta keluarganya pindah ke lantai atas, sedang Rasulullah SAW di lantai bawah. Hal ini dilakukannya kerana khuatir menyusahkan Rasulullah SAW, sebab ia bemaksud menghindarkan beratnya naik-turun tangga.

Rasulullah SAW terus tinggal di rumah Abu Ayyub Al-Ansari selama 7 bulan. Selama itu Abu Ayyub membuatkan makanan Nabi dan menghantarkan kepadanya. Ia selalu menunggu selesainya Nabi makan, kemudian ia dan isterinya memakan sisa makanan baginda SAW kerana mengharapkan berkah darinya.

Suatu petang Abu Ayyub menghantar makanannya kepada Nabi. Makanan tersebut mengandungi bawang merah dan bawang putih. Ternyata Rasulullah tidak memakannya sedikit pun. Ketika Abu Ayyub melihat makanan tersebut tidak berkurang sedikit pun, ia segera turun menjumpai Rasulullah SAW seraya berkata: “Ya Rasulullah, demi ayah dan ibumu, aku tidak melihat bekas tanganmu dari makanan malam yang aku sediakan kepadamu.

Padahal jika engkau makan makanan itu, kami selalu makan makanan sisamu demi mengharapkan berkah darimu.” Jawab Nabi: “Aku jumpai dalam makanan itu sejenis tumbuh-tumbuhan (bawang merah dan bawang putih), padahal Jibril memberitahukan hal itu agar aku hindari. Adapun bagimu, maka boleh engkau memakannya.” Selanjutnya Abu Ayyub berkata: “Makanan itu lalu kami makan, kemudian kami tidak pernah membuatkan makanan kepada Nabi yang mengandung bawang merah dan bawang putih.”

Setelah agak lama Rasulullah SAW menggunakan waktunya untuk tinggal di rumah Abu Ayyub Al-Ansari, ia memutuskan untuk membangun masjid dan membangun beberapa rumah bagi para umahat al-muslimin di sekitarnya. Seluruh kaum muslimin ikut membantu bekerja membangun masjid tersebut. Setelah selesai, Rasulullah SAW pindah ke tempatnya yang baru di sekitar masjid.

Berbagai peristiwa berlalu begitu cepat, sedang kaum Quraisy berupaya terlibat dalam peperangan dengan kaum muslimin. Sekarang kaum muslimin makin siap berjuang menghadapi kaum musyrik dan kafir, sehingga kalimat Allah mencapai kedudukan yang tinggi dan kalimat orang-orang kafir menjadi rendah.

Peperangan terjadi silih berganti. Abu Ayyub ikut serta dalam pertempuran tersebut, tidak ketinggalan satu peperangan pun. Ia tidak pernah tinggal diam dalam berjuang fi sabilillah. Bahkan ia berjuang bersama Rasulullah SAW sebagaimana jihadnya orang yang mencari mati syahid. Ia tidak takut mati. Jihadnya penuh semangat untuk berjumpa kepada Allah.

Di samping Abu Ayyub merupakan pahlawan perang di masa Rasulullah SAW, ia juga seorang pejuang di masa Khulafaur Rasyidin. Ia ikut dalam perang melawan orang-orang murtad, membunuh para musuh Allah dan musuh agama Islam. Ia hidup membela kehormatan Islam. Dalam tiap peristiwa pertempuran ia selalu maju ke barisan depan.

Ketika muncul fitnah antara Saidina Ali ra. dan Muawiyah Ibn Abi Sufyan, Abu Ayyub tanpa ragu-ragu bergabung dalam barisan Ali. Sebab ia tahu bahawa Ali ada di pihak yang benar. Dengan perbuatannya itu, Abu Ayyub berjuang di pihak Ali karramallahu wajhahu, sampai Ali ra. mati syahid.

Abu Ayyub tetap ikut berjuang, tidak ketinggalan ikut bertempur bersama kaum muslimin lainnya sampai terjadi perang Konstantinopel. Ia menerjang barisan musuh hingga badannya penuh luka pedang dan merasakan bahawa ajalnya telah dekat. Ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya: “Aku ingin jasadku dikubur di tengah medan pertempuran atau yang dekat dengannya, sehingga rohku bergerak di atas medan tempur, dan di akhirat nanti aku mendengar derap kaki kuda dan gemerincingnya pedang.”

Ia menginginkan kehidupan akhiratnya dalam keadaan berjihad sebagaimana semasa hidupnya di dunia. Pada saat keadaannya sudah kritikal. ia merasa sakit akibat luka. Ia masih bersemangat untuk mengibarkan bendera Islam dan mengharap agar memperoleh kemenangan.

Setelah ia meninggal dunia, kaum muslimin melaksanakan kehendaknya. Mereka menguburnya di dekat medan pertempuran agar jiwanya sentiasa dapat menghirup bau jihad dan bersenang-senang di alam akhirat kerana memperoleh pertolongan Allah.

--------------------------------------------------------------------------------------------

Kekasih Putera Kekasih

Umurnya mencapai 20 tahun ketika Rasulullah SAW memilihnya untuk menjadi komander pasukan yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Ansar. Siapa gerangan pemuda yang memperoleh kepercayaan dari Nabi SAW sehingga baginda menempatkannya pada jabatan yang besar, menyandarkan kepadanya tugas besar dan memuliakannya ini?
Ayah pemuda itu tak lain adalah Zaid Ibn Haritsah, salah seorang sahabat Nabi, yang juga salah satu kecintaan baginda SAW. Rasulullah SAW mendidik Usamah sejak kecil, dan mencintainya sebagaimana ia mencintai dan mengasihi Hasan, Husein dan Fatimah Az-Zahra.

Baginda memberi gelaran kepadanya sebagai “Kekasih putera kekasih.”

Gelaran itu mencerminkan penghargaan Nabi kepadanya, bahkan merupakan pelimpahan emosi kenabian yang diletakkan kepada emosi manusiawi, sehingga mampu mengangkat darjat Usamah dan ayahnya ke peringkat orang-orang yang dikasihi dan dicintai oleh Rasulullah SAW

Sebenarnya Usamah patut sekali memperoleh julukan tersebut. Sejak, dari masa kanak-kanaknya ia telah mereguk cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan cinta kepada Islam. Ia amat dekat dengan Nabi seperti halnya Hasan dan Husein. Ia makan bersama Nabi dan menyaksikan pergaulannya yang baik bersama keluarga dan pembantunya. Ia menyaksikan akhlak Nabi dan perilakunya yang baik serta mulia dan teladan yang tinggi.

Pada masa muda belia, ia berangan-angan untuk menyandang senjata dan berjuang bersama orang-orang yang berjihad sebagaimana halnya beliau menolak anak-anak yang sebaya dengannya untuk terjun ke medan perang melawan orang-orang musyrikin.

Ketika Usamah mencapai usia dewasa, mampu menyandang senjata, Rasulullah SAW membolehkan ia bergabung dengan barisan para pejuang. Dengan demikian ia berusaha membuktikan angan-angannya yang diinginkan sejak kecilnya. Hal ini sebagai ujian berat baginya untuk mempersiapkan dirinya untuk memperoleh darjat yang tinggi.

Hal itu terjadi tidak berapa lama setelah penaklukan Makkah. Kaum musyrikin masih menghendaki kemenangan atas Nabi dan kaum muslimin. Nabi mengetahui hal yang penyebab perkara ini. Baginda mengumpulkan ribuan pejuang dan pasukan panah di Hunain, sehingga memenuhi lembah dan perbukitan Hunain.

Kaum muslimin tidak menyangka akan kalah, sebab jumlah dan perlengkapannya amat besar. Tapi Allah menghendaki agar mereka tahu tentang hakikat agama dan mutiara akidahnya sehingga mereka tahu bahawa hanya Allahlah yang berhak menentukan kemenangan. Menjelang fajar kaum muslimin masuk ke daerah Hunain, dan kaum musyrikin menyerang secara mendadak dengan panah dan tombak sehingga menjadikan kaum muslimin terdesak mundur kerana terkejut.

Sedangkan Nabi masih diam di tempat seraya berseru: “Hai orang-orang, mahu kemana? Sungguh saya adalah Nabi, cucu Abd Al-Muthalib.” Beberapa orang di sekitarnya masih tetap bertahan. Di antara mereka ada Usamah Ibn Zaid. Orang-orang tersebut tetap teguh di sekitar Nabi sehingga pengaruh serangan mendadak tadi hilang dalam jiwa kaum muslimin. Mereka kembali ke medan perang melawan kaum musyrikin sehingga sebahagian terbunuh dan sebahagian tertawan.

Pertempuran Hunain ini meninggalkan kesan yang menarik bagi diri Rasulullah SAW. Orang-orang yang berdiri di sekitarnya pada saat-saat sulit merupakan orang-orang yang teguh iman dan keberaniannya. Tidak hairan apabila Nabi SAW memilih Usamah sebagai komandan pasukan yang dipersiapkannya untuk menghadapi tentera Rom. Hal itu terjadi setelah diketahui pengorbanan, keteguhan perjuangan dan tekadnya yang mantap.

Terpilihnya Usamah sebagai komandan pasukan ternyata tidak mamuaskan sebahagian kaum Muhajirin dan Ansar. Mereka saling berkata: “Mengapa Nabi SAW memilih pemuda ini, bukankah kita memiliki tokoh-tokoh tua yang berpengetahuan dan berpengalaman dalam masalah perang?”

Lalu perbincangan tersebut sampai kepengetahuan Nabi. Saat itu baginda sedang sakit. Baginda mengambil air untuk mendinginkan badannya lalu keluar seraya berucap di hadapan mereka: “Sebahagian orang meremehkan kepemimpinan Usamah Ibn Zaid. Sebelumnya mereka juga telah meremehkan kepemimpinan ayahnya, meskipun ayahnya waktu itu layak memegang tampuk pimpinan.

Demikian pula dengan Usamah. Usamah termasuk orang yang aku cintai setelah ayahnya. Aku mengharapkan agar ia menjadi orang yang baik di antara kamu. Kerananya berbuat baiklah kepadanya.”
Lalu Nabi berpesan kepada para sahabat agar mereka mem-berangkatkan pasukan Usamah. Namun tentera muslimin masih tertunda beberapa hari di Al-Jarf (suatu tempat di dekat Madinah). Sementara itu penyakit yang dideritai Rasulullah kian berat. Tidak berapa lama setelah itu baginda wafat.

Setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah, langkah pertama yang langsung ia kerjakan adalah mengangkat Usamah sebagai pasukan kaum muslimin. Segera saja pasukan tersebut menuju ke perbatasan Syam. Di perbatasan itu kaum muslimin menaklukkan salah satu perkampungan Rom. Hal ini menimbulkan ketakutan bagi penduduk Rom lainnya. Kemudian pasukan yang dipimpin oleh Usamah kembali tanpa kehilangan seorang tentera pun. Seluruh penduduk Madinah menyambutnya dengan meriah.

Setelah itu Usamah hidup tekun beribadah, puasa di siang hari dan solat sunah di malam hari sampai menjelang wafatnya pada tahun 54 H. Ia meninggal sebagai orang yang suci dan soleh.

-------------------------------------------------------------------------------------------

Pedagang Yang Zuhud

Abu Darda’ memiliki harta amat banyak yang ia kembangkan dengan cara berdagang. Kerana kejujuran dan amanahnya, ia dipercaya oleh penduduk Makkah. Mereka membeli segala keperluannya kepada Abu Darda’ sebab mereka yakin bahawa ia bukanlah penipu. Abu Darda’ menjual barang-barang yang masih baik dan istimewa kepada mereka dengan harga yang menarik.

Suatu hari hati dan fikirannya terbuka untuk menerima Islam. Ia pergi menjumpai Rasulullah SAW, di hadapan baginda ia masuk Islam. Setelah itu ia mengetahui bahawa ada sesuatu perdagangan yang tidak akan rugi, iaitu perniagaan dengan modal iman, akidah dan jihad. Maka Abu Darda’ memutuskan untuk menggunakan segenap fikiran, jiwa dan umurnya demi perniagaan di jalan Allah.

Abu Darda’ tidak meninggalkan kehidupan duniawi sama sekali, tapi ia juga tidak melalaikan ibadah. Ia mampu menggabungkan antara perdagangan duniawi dengan ibadah. Antara dunia dengan akhirat. Antara muamalah yang benar dengan sesama manusia dan hubungan yang benar kepada Allah. Antara mengambil bahagian dari kehidupannya di dunia dengan bahagian kehidupannya di akhirat.

Ia menganggap bahawa berzikir kepada Allah, takwa, dan ibadah kepada-Nya itu lebih berharga daripada segala sesuatu yang di bumi baik yang berupa harta mahupun kesenangan lainnya. Tingkat takwa dan waraknya mencapai peringkat orang-orang yang suci lagi soleh. Kadang kala ia duduk berdiam diri. Apabila seseorang bertanya: “Untuk apa berdiam diri, hai Abu Darda’?” Jawabnya: “Berfikir satu saat itu lebih baik daripada ibadah sepanjang malam.” Ertinya Abu Darda’ yang ahli ibadah dan hidup zuhud ini sedang memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, memperhatikan keindahan ciptaan Allah.

Ia tidak mencari harta kecuali sekadar mencukupi keperluan makan dan pakaian keluarganya secara sederhana. Seringkali ia menyampaikan ideanya kepada para sahabatnya. Ia berkata: “Mahukah engkau aku beritahukan sebaik-baik perbuatan yang paling suci di sisi Tuhan, yang boleh mengangkat darjat lebih tinggi daripada engkau memerangi musuh dan yang lebih baik dari banyaknya dirham dan harta? Itulah zikir kepada Allah. Sungguh zikir kepada Allah adalah amalan yang paling besar.”

Bagi Abu Darda’, zikir kepada Allah merupakan amalan yang paling utama dibanding yang lain. Manisnya iman telah menguasai segenap perasaan dan memenuhi hatinya. Baginya dunia ini hanya perkara kecil dan segala yang ada di dalamnya berupa kesenangan tidak boleh disamakan dengan nikmatnya ber-taqarrub kepada Allah meskipun sejenak.
Abu Darda’ menggambarkan kesenangan duniawi yang bakal punah ini dalam salah satu surat yang ia kirimkan kepada salah seorang sahabatnya.

Ia berkata: “Adapun setelah itu, tidak ada ertinya bagi orang yang bermegah dengan kehidupan duniawi. Harta itu telah beredar pada orang lain sebelummu, lalu kepada orang lain sesudahmu. Engkau tidak memilikinya kecuali apa yang sedang engkau hadapi. Selanjutnya bagi orang yang mengumpulkan harta agar dapat diwariskan kepada anakmu, maka sebenarnya engkau mengumpulkan harta itu untuk dua kemungkinan. Mungkin untuk anak soleh yang beramal di jalan ketaatan kepada Allah lalu berbahagia dengan pemberianmu, atau untuk anak derhaka yang beramal di jalan kemaksiatan. Maka sia-sialah harta yang engkau kumpulkan itu, kerananya percayalah bahawa Allah akan memberi rezeki kepada mereka dan selamatkanlah dirimu.”

Begitulah pandangan Abu Darda’ terhadap harta benda. Ia menasihati sahabatnya agar tidak hanya sibuk mengumpulkan harta benda dan perhatian yang hanya mengarah pada masalah itu. Sebab apa yang ia kumpulkan dan dihitung-hitung itu akan ditinggalkan, mungkin kepada anak yang soleh, sehingga boleh dinikmati, mungkin pula pada anak derhaka, sehingga dibelanjakan di jalan yang dimurkai Allah. Manusia seharusnya berusaha dan berjuang di muka bumi ini tanpa melalaikan ibadah dan merenungkan keindahan ciptaan Allah.

Di samping Abu Darda’ meninggalkan kemewahan duniawi, tidak mengambilnya kecuali sekadar mengisi perutnya, ia juga menolak puterinya bermegah-megah dengan harta kekayaan di dunia ini. Kehidupan zuhud yang ia tempuh sejak masuk Islam telah terbiasa bagi keluarganya. Ia menolak jika hatinya dipengaruhi oleh kesenangan duniawi, seperti halnya ia menolak jika hal itu terjadi pada puterinya.

Maka ketika Yazid Ibn Muawiyah yang banyak harta dan berkuasa, melamarnya. Abu Darda’ yang hidup zuhud dan miskin menolak mengahwinkan puterinya dengan Yazid, si kaya yang berkuasa. Mengapa? Sebab ia tidak ingin puterinya sibuk dengan urusan duniawi jika nantinya ia tinggal di istana Bani Umaiyah. Ia menghendaki puterinya seperti dirinya sendiri yang takwa, wara’, penuh iman dan akidah.

Sebahagian sahabatnya bertanya, “Kenapa puterimu tidak engkau kahwinkan dengan Yazid?” Jawabnya: “Bagaimana pendapatmu nanti kepadaku’, jika puteriku kelak hidup di istana, dilayani oleh dayang-dayang dan perhiasan istana, lalu pada saat itu cinta pada agamanya menjadi lenyap?”

Pada saat pemuda dari kalangan kaum miskin datang kepadanya, meminang puterinya, tanpa ragu-ragu lagi Abu Darda’ menerimanya untuk dikahwinkan. Sebab jalan lurus yang ia tempuh tidak menghendaki puterinya melangkah ke jalan yang salah. Dengan cara hidup lurus seperti zuhud, hidup sederhana dan meninggalkan kesenangan duniawi itulah Abu Darda’ hidup. Seorang yang sejak masuk Islamnya telah meninggalkan perniagaan atau jual beli yang boleh melalaikannya dari berzikir kepada Allah.

Suatu hari para sahabatnya mendengar ia berdoa dengan hikmat: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hati yang selalu berangan-angan kepada kehidupan duniawi.”

Abu Darda’ tidak menghendaki sama sekali terhadap kesenangan duniawi dan kehidupan mewah. Hal ini nampak ketika Utsman Ibn Affan menunjuknya menjadi hakim di Syam dengan maksud mengalihkan perhatian masyarakat Islam dari cinta dunia kepada cinta akhirat. Utsman Ibn Affan melihat bahawa masyarakat Islam tersebut mulai tenggelam dalam kemewahan dan jatuh dalam kemegahan.

Kerananya Abu Darda’ mengundang penduduk Syam untuk berkumpul di masjid seraya berucap:
“Hai penduduk Syam, engkau sekalian adalah saudara seagama bagi kami. Tetangga dengan rumah kami dan telah menolong dari serangan musuh. Namun aku lihat engkau suka mengumpulkan harta, membangun sesuatu yang tidak boleh tetap dan mengangan-angankan sesuatu yang tidak mungkin tercapai. Orang-orang sebelum engkau mengumpulkan harta yang bakal mereka tinggalkan, berangan yang bukan-bukan dan membangun rumah-rumah yang tinggi, lalu yang mereka kumpulkan itu menjadi binasa. Angan-angannya kosong belaka dan rumah-rumahnya menjadi perkuburan. Itulah kaum Ad. Mereka memenuhi tempat antara Ad sampai Yaman dengan banyaknya harta dan anak. Adakah orang yang akan membeli peninggalan keluarga Ad seharga 2 dirham dariku?”

Abu Darda’ menghendaki agar kaum muslimin memancarkan jiwa hidup sederhana dan zuhud, sehingga gemerlapnya dunia tidak sampai menipunya lalu meninggalkan beribadah kepada Allah.

Di samping Abu Darda’ memiliki hati yang memancarkan makna ibadah, fikirannya juga memancarkan makna ilmu. Ia memahami ajaran agama Islam, selalu mencari kebenaran, berusaha mencapai hakikat dan tiap hari makin bertambah pemahamannya terhadap Al-Quran dan sunah Rasul-Nya. Dalam hal ini ia berkata: “Engkau tidak boleh menjadi takwa sebelum berilmu. Sedang ilmu itu tidak sempurna tanpa amal.”

Abu Darda’, si alim yang mengamalkan ilmunya, si zahid dan tekun beribadah kepada Allah itu sepanjang hidupnya berjalan di jalan Allah, sampai riwayatnya berakhir di tanah Mesir. Tubuhnya bersemayam di suatu makam di kota Iskandariah setelah Allah menempatkan posisinya dalam kelompok orang-orang yang soleh.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Airmata Keinsafan
Panglima Romawi yang Bertaubat


Dalam kegemparan terjadinya peperangan Yarmuk, salah seorang panglima Romawi yang bermana George memanggil Khalid bin Walid. Kedua orang paglima itu saling mendekat sampai kedua kepala kuda mereka saling bertemu.

Kepada Khalid, George bertanya: “Wahai Khalid, aku meminta kamu berbicara dengan jujur dan jangan berdusta sedikitpun, kerana Tuhan Yang Maha Mulia tidak pernah berdusta, dan jangan pula kamu menipuku, kerana sesungguhnya orang yang beriman itu tidak akan berdusta di sisi Allah.”

“Tanyalah apa yang ingin engkau tanyakan,” kata Khalid.

“Apakah Allah menurunkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW sebuah pedang dari langit kemudian diberikannya kepadamu sehingga jika kamu pakai pedang itu untuk berperang, pasti kamu akan menang?”

“Tidak!” Jawab Khalid.

“Apakah sebabnya kamu digelar dengan Saifullah (Pedang Allah)?” Tanya George.

Khalid menjawab: “Ketika Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW, seluruh kaumnya sangat memusuhinya termasuk juga aku, aku adalah orang yang paling membencinya. Setelah Allah SWT memberikan hidayah-Nya kepadaku, maka aku pun masuk Islam. Ketika aku masuk Islam Rasulullah SAW menerimaku dan memberi gelaran kepadaku “Saifullah” (pedang Allah).”

“Jadi tujuan kamu berperang ini untuk apa?” Tanya George.

“Kami ingin mengajak kamu supaya bersaksi bahawa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah dan kami juga ingin mengajak kamu untuk mempercayai bahawa segala apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW itu adalah benar.” Jawab Khalid.

George bertanya: “Apakah hukumannya bila orang itu tidak mahu menerimanya?”

Jawab Khalid: “Hukumannya adalah harus membayar jizyah, maka kami tidak akan memeranginya.”

“Bagaimana kalau mereka tidak mahu membayar?” Tanya George.

“Kami akan mengumumkan perang kepadanya,” kata Khalid bin Walid.

George bertanya: “Bagaimanakah kedudukannya jika orang masuk Islam pada hari ini?”

Khalid menjawab: “Di hadapan Allah SWT, kita akan sama semuanya, baik dia orang yang kuat, orang yang lemah, yang dahulu mahupun yang kemudian masuk Islam.”

“Apakah orang dahulu masuk Islam kedudukannya akan sama dengan orang yang baru masuk?” Tanya George.

Khalid menjawab: “Orang yang datang kemudian akan lebih tinggi kedudukannya dari orang yang terdahulu, sebab kami yang terlebih dahulu masuk Islam, menerima Islam itu ketika Rasulullah SAW masih hidup dan kami dapat menyaksikan turunnya wahyu kepada baginda.

Sedangkan orang yang masuk Islam kemudian tidak menyaksikan apa yang telah kami saksikan. Oleh kerana itu siapa saja yang masuk Islam yang datang terakhir maka dia akan lebih mulia kedudukannya, sebab dia masuk Islam tanpa menyaksikan bukti-bukti yang lebih meyakinkannya terlebih dahulu.”

George bertanya: “Apakah yang kamu katakan itu benar?”

“Demi Allah, sesungguhnya apa yang aku katakan itu adalah benar,”jawab Khalid.
George berkata: “Kalau begitu aku akan percaya kepada apa yang kamu katakan itu, mulai saat ini aku bertaubat untuk tidak lagi memusuhi Islam dan aku menyatakan diri masuk ke dalam agama Islam, wahai Khalid tolonglah ajarkan aku tentang Islam.”

Lalu Khalid bin Walid membawa George ke dalam khemahnya, kemudian menuangkan air ke dalam timba untuk menyuruh George bersuci dan mengerjakan solat dua rakaat.

Ketika Khalid bersama dengan George masuk ke dalam khemah, maka tentera Romawi mengadakan serangan besar-besaran terhadap pertahanan umat Islam.

Setelah selesai mengerjakan solat, maka Khalid bin Walid bersama dengan George dan kaum Muslimin lainnya meneruskan peperangan sampai matahari terbenam dan di saat itu kaum Muslimin mengerjakan solat Zohor dan Asar dengan isyarat sahaja.

Dalam pertempuran itu, George yang telah bergabung dengan barisan kaum Muslimin itu terbunuh, dan dia hanya baru mengerjakan solat dua rakaat bersama dengan Khalid bin Walid. Walaupun demikian, ia telah menyatakan keIslamannya dan berjanji untuk tidak akan kembali lagi kepada agama lamanya. Semoga Allah menempatkan George ke dalam golongan orang-orang yang mati syahid. Amin.

--------------------------------------------------------------------------------------------

Kesabaran Imam Al-Baqir dan Taubat Orang Nasrani

Seorang Nasrani bermaksud mengejek-ejek Imam Muhammad bin Ali bin Husain yang digelar orang dengan panggilan “Al-Baqir” (yang luas pentahuannya). Orang Nasrani itu berkata kepadanya: “Engkau adalah baqar (lembu).” Maka Imam Baqir menjawab dengan penuh kelembutan: “Bukan, tetapi saya adalah Al-Baqir.”

Orang Nasrani tersebut tidak menghiraukan jawapan itu. Selanjutnya ia berkata: “Engkau adalah anak seorang tukang masak. Engkau adalah anak seorang wanita hitam yang mulutnya berbau busuk.”
Al-Baqir menjawab: “Seandainya engkau benar, maka aku doakan semoga wanita itu diampuni oleh Allah, dan jika engkau bohong, maka aku doakan semoga Allah mengampunimu.”

Ternyata sikap lemah-lembut dan pemaaf yang dimiliki oleh Imam Muhammad bin Ali bin Husain itu telah menimbulkan rasa kagum pada diri orang Nasrani tersebut, sehingga akhirnya diapun bertaubat untuk tidak mengulangi lagi perangai buruknya itu dan menyatakan dirinya masuk ke dalam agama Islam.

------------------------------------------------------------------------------------------------

Taubat Seorang Wanita Buta

Saleh Al-Muri bercerita, bahawa dia pernah melihat seorang perempuan tua memakai baju kasar di Mihrab Daud Alaihissalam. Perempuan yang telah buta matanya itu sedang mengerjakan solat sambil menangis terisak-isak. Setelah selesai solat dia mengangkat wajahnya ke langit dan berdoa:
“Wahai Tuhan Engkaulah tempatku memohon dan Pelindungku dalam hidup. Engkaulah penjamin dan pembimbingku dalam mati. Wahai Yang Maha Mengetahui perkara yang tersembunyi dan rahsia, serta setiap getaran batin tidak ada Raja bagiku selain Engkau yang kuharap dapat mengelak bencana yang dahsyat.”

Saleh Al-Muri memberi salam kepada perempuan tersebut dan bertanya: “Wahai puan! Apa yang menyebabkan hilangnya penglihatanmu?”
“Tangisku yang disebabkan sedihnya hatiku kerana terlalu banyaknya maksiatku kepada-Nya, dan terlalu sedikitnya ingatan dan pengabdianku kepada-Nya. Jika Dia mengampunkan aku dan menggantinya di akhirat nanti, adalah lebih baik dari kedua-dua mataku ini. Jika Dia tidak mengampunkan aku, buat apa mata di dunia tetapi akan dibakar di nereka nanti.” Kata perempuan tua itu.

Saleh pun ikut menangis kerana sangat terharu mendengar hujjah wanita yang menggerunkan itu.
“Wahai Saleh! Sudikah kiranya engkau membacakan sesuatu dari ayat Al-Quran untukku. Kerana aku sudah sangat rindu kepadanya.” Pinta perempuan itu.

Lalu Saleh membacakan ayat yang ertinya:
“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya.”
(Al-An’am: 91)

“Wahai Saleh, siapakah yang berkhidmat kepada-Nya dengan sebenarnya?” Kata perempuan itu lalu menjerit kuat-kuat dengan jeritan yang boleh menggoncangkan hati orang yang mendengarnya. Dia jatuh ke bumi dan meninggal dunia seketika itu juga.

Pada suatu malam Saleh Al-Muri bermimpi berjumpa dengan perempuan tua itu dalam keadaan memakai baju yang sangat bagus.

Dalam mimpi tersebut Saleh bertanya: “Bagaimana keadaanmu sekarang?”

Perempuan itu menjawab: “Sebaik saja rohku dicabut, aku didudukkan di hadapan-Nya dan berkata: “Selamat datang wahai orang yang mati akibat terlalu sedih kerana merasa sedikitnya khidmatnya kepada-Ku.”

---------------------------------------------------------------------------------------------

Taubat Lelaki yang Sibuk

Diceritakan bahawa ada seseorang menceritakan kepada Hasan Al-Basri: “Wahai Abu Said! Di sini ada seorang lelaki yang tidak mahu berkumpul dengan orang ramai. Dia sentiasa duduk sendirian saja.”

Hasan pergi kepada orang yang dimaksudkan itu dan berkata: “Wahai hamba Allah! Aku melihat engkau suka duduk menyendiri saja. Mengapa engkau tidak suka bergaul dengan orang ramai?”
“Ada suatu perkara yang telah menyibukkan aku dari berkumpul dengan manusia.”

Sekurang-kurangnya engkau pergi kepada lelaki yang dipanggil sebagai Hasan Al-Basri dan duduk di majlis ilmunya.” kata Hasan lagi.

“Ada satu perkara yang mencegah aku dari berkumpul dengan manusia termasuk Hasan Al-Basri.” Kata lelaki itu.

“Semoga Allah merahmatimu. Apakah gerangan yang sentiasa menyibukkan engkau?”

“Aku setiap hari tersepit di antara nikmat dan dosa. Maka setiap hari diriku sibuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah dan sibuk bertaubat atas dosa-dosa tersebut.” Jawab lelaki itu.

“Wahai hamba Allah! Kalau begitu engkau lebih alim dari Hasan Al-Basri. Maka kekalkanlah amalan yang telah engkau lakukan.” Kata Hasan Al-Basri.

--------------------------------------------------------------------------------------------

Taubat Para Wali

Zun Nun Al-Misri mendengar bahawa ada seorang yang sangat alim dan zuhud, maka pergilah dia ke sana untuk belajar. Sesampainya di sana dia menjumpai seorang lelaki menggantungkan dirinya pada sebatang pokok dengan kepala ke bawah. Orang itu berkata: “Wahai diri! Tolonglah aku dalam mentaati Allah. Kalau tidak nescaya aku akan hukum engkau dalam keadaan seperti ini sampai engkau mati kelaparan.”

Zun Nun mendekati orang itu lalu memberi salam dan dia menjawab.

“Apa yang telah terjadi dengan engkau ini?” Tanya Zun Nun.

“Tubuhku ini telah menghalangi aku untuk berseronok dengan Allah, kerana ingin bersuka-suka dengan manusia.” Jawab orang itu.

Dengan jawapan itu, Zun Nun menyangka bahawa orang itu telah menumpahkan darah sesama Muslim atau telah berbuat dosa besar lainnya.

“Apa yang telah engkau lakukan?” Tanya Zun Nun.

“Tahukah engkau bahawa jika seseorang itu bercampur baur dengan orang lain, banyak perkara yang boleh berlaku?”

“Kalau begitu, engkau ini betul-betul orang warak dan alim,” kata Zun Nun.

“Mahukah aku tunjukkan kamu orang yang lebih alim dariku?” kata orang itu.

“Boleh juga,” kata Zun Nun.

“Nah, sekarang pergilah engkau agak ke atas bukit ini. Insya Allah, engkau akan berjumpa dengan wali Allah yang saya maksudkan itu,” kata lelaki itu.

Maka segeralah Zun Nun mendaki agak sedikit ke atas lagi sehingga akhirnya ia berjumpa dengan satu tempat pertapaan yang di dalamnya ada seorang pemuda sedang duduk bersila, sementara di hadapan pintu pertapaan itu ada sebelah kaki yang terpotong membusuk dan dimakan ulat. Zun Nun sangat ngeri dan tidak faham apa yang dilihatnya itu. Maka diapun bertanya kepada pemuda tersebut apa ertinya semuanya itu.

Pemuda itu menerangkan bahawa pada suatu hari dia sedang duduk di dalam beribadahnya, tiba-tiba ada seorang perempuan yang melintas di luar. Apabila dia terpandang kepadanya, timbul keinginannya kepada wanita cantik itu dan cuba untuk mengejarnya dari belakang.

Akan tetapi, baru saja dia melangkahkan sebelah kakinya ke luar dari tempatnya, tiba-tiba dia mendengar suara: “Wahai manusia, apakah engkau tidak merasa malu? Setelah tiga puluh tahun engkau menghadapkan hati kepada Tuhan, tiba-tiba sekarang engkau telah mahu ditipu oleh syaitan dan akan mengejar perempuan jahat itu.”

Disebabkan kerana kesalahannya itulah, pemuda itu telah memotong sebelah kakinya yang telah terlanjur keluar dari tempat ibadahnya.

“Jadi aku ini sebenarnya orang berdosa,” kata lelaki itu. “Maka dari itu engkau tidak patut menemuiku yang sedang dalam penantian keputusan ini. Jika engkau ingin menjumpai seorang yang betul-betul wali, pergilah engkau ke puncak bukit ini.”

Sayang puncak bukit tersebut terlalu tinggi dan sukar untuk didaki sehingga Zun Nun tidak sanggup mencapainya. Sebaliknya dia hanya mendengarkan saja cerita si pertapa dari orang-orang yang mengetahuinya.

Katanya ada seorang lelaki yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada Allah. Dia telah bersumpah untuk tidak makan selain dari usahanya sendiri dan tidak akan makan makanan yang telah diproses. Dengan izin Allah, sekumpulan lebah telah membuat sarang di dekat tempat ibadahnya, dengan madu lebah itulah wali tersebut mengalas perutnya.

----------------------------------------------------------------------------------------------

Kecintaan Kepada Syahid

Dalam kebanyakan surat-surat yang dikirimkan oleh Rasulullah SAW kepada beberapa orang raja adalah bertujuan supaya mereka memeluk agama Islam, salah seorang di antaranya ialah raja Busra, surat kepada raja ini di hantar oleh Haris bin Umar Azdi ra. Sewaktu membawa surat ketika Haris bin Umar ra. sampai di Mauta beliau telah dibunuh oleh Sharabbil Ghassani, yakni salah seorang gabenor Kaisar. Pembunuhan ini adalah bertentangan dengan semua undang-undang kesusilaan di antara suku-suku, sebab Haris bin Umar ra. adalah utusan untuk menyampaikan surat.

Rasulullah SAW sangat dukacita atas kematian Haris, lalu baginda mengumpulkan seramai 3000 pejuang yang gagah berani untuk menentang musuh yang jahat itu. Rasulullah SAW, melantik Zaid bin Harthah sebagai ketua pasukan. Kemudian Baginda SAW, bersabda kepada para pejuang yang akan ke medan pertempuran: “Sekiranya Zaid terbunuh maka Jaafar bin Abi Talib hendaklah mengetuai pasukan dan jika Jaafar juga terbunuh maka Abdullah bin Rawahah hendaklah mengetuai pasukan. Dan sekiranva Abdullah juga terbunuh maka bolehlah kamu semua memilih seorang ketua di kalangan kamu orang yang kamu kehendaki.” Seorang Yahudi yang kebetulan berada di situ berkata: “Pasti ketiga-tiga mereka ini akan terkorban kerana ini adalah lumrah sebagimana para-para Nabi yang terdahulunya selalu meramalkan.”

Sebelum tentera Islam berangkat menuju ke medan pertempuran, Rasulullah SAW memberikan sehelai bendera putih yang diperbuat sendiri oleh baginda SAW kepada Zaid. Rasulullah SAW menemani tentera-tentera Islam beberapa langkah di luar Kota Madinah dan baginda berdoa: “Semoga Allah SWT akan mengembalikan kamu semua dengan selamat dan memperolehi kejayaan. Semoga Allah memelihara kamu semua dari segala kejahatan.”

Setelah Rasulullah SAW selesai berdoa, Abdullah bin Rawahah menyampaikan tiga rangkap syair yang bermaksud: “Aku hanya mengiginkan keampunan terhadap segala dosa-dosaku dan
sebilah pedang untuk menyebabkan darah-darah merahku memancar
keluar seperti air yang mengalir keluar dari mata air.
Atau sebilah tombak untuk menembusi masuk keliang hatiku dan isi perutku.
Dan ketika insan-insan melalui di tepi kuburku, mereka akan berkata:
Semoga engkau telah gugur kerana Allah.... berjaya dan makmur.
Engkau sesungguhnya insan yang berjaya dan makmur.” Di pihak musuh pula ketuanya yang bernama Sarjil, telah mengetahui mengenai persediaan tentera Islam, Sarjil mengumpulkan 100,000 tentera yang lengkap dengan alat kelengkapan perang untuk menghadapi serangan tentera Islam. Ketika, Sarjil dan bala tenteranya hendak mara, ia mendapat berita bahawa Kaisar sendiri sedang mara dengan satu batalion tentera yang terdiri dari 100,000 orang untuk menolong Sarjil. Apabila berita ini sampai kepada para sahabat yang sedang dalam perjalanan untuk berperang dengan pihak musuh, mereka merasa ragu-ragu dan mereka berfikir samada mara atau pun tidak untuk menentang musuh Islam yang berjumlah 200,000 orang itu. Atau mereka mengirim utusan kepada Rasulullah SAW untuk mendapatkan nasihat.

Dalam ragu-ragu itu Abdullah bin Rawahah dengan penuh semangat pejuang berkata dengan suara yang lantang: “Wahai para sahabatku, apakah yang membimbangkan kamu semua. Apakah tujuan sebenar kamu semua datang kesini? Bukankah kamu semua datang kesini untuk mati syahid. Kita sebagai pejuang-pejuang Islam tidak pernah memperjuangkan tenaga kita dengan kekuatan senjata dan kekuatan bilangan tentera. Perjuangan kita adalah semata-mata kerana Islam yang telah dimuliakan oleh Allah SWT ke atas setiap kita pejuang-pejuang agamaNya. Kita hendaklah mempastikan salah satu antara dua: Kemenangan atau syahid.”

Apabila para sahabat yang lain mendengar kata-kata semangat dari Abdullah bin Rawahah, maka para sahabat pun bertekad untuk bertemu dengan tentera-tentera Kristian di medan peperangan Mauta.

Apabila sampai di medan pertempuran, Zaid ra. menggenggam bendera di tangan dan mengarahkan tugas bagi menghadapi pertempuran, maka berlakulah pertempuran yang sengit di antara tentera Islam dengan tentera Kristian. Dalam pertempuran yang sedang rancak berjalan itu, saudara lelaki Sarjil mati dan Sarjil sendiri melarikan diri dan bersembunyi di dalam sebuah kubu.

Sarjil telah mengirim berita kepada Kaisar tentang masalahnya dan meminta bantuan tentera, maka Kaisar pun menghantar tenteranya yang gagah berani seramai 200,000 untuk membantu Sarjil. Tentera Islam tetap bertarung dengan semangat jihad walaupun angka tentera musuh jauh berbeza dari tentara Islam yang cuma 3000 orang sahaja. Dalam pertempuran yang sengit itu maka syahidlah Zaid ketua panglima tentera Islam.

Jaafar ra. mengambil alih sebagai ketua dan menggenggam bendera, beliau dengan sengaja melumpuhkan kaki kudanya agar beliau tidak dapat meninggalkan medan pertempuran jika datang perasaannya untuk meninggalkan medan pertempuran. Dalam peperangan yang sedang rancak berjalan itu Jaafar membaca beberapa ungkapan syair: “Wahai manusia! Betapakah indahnya syurga.
Dan betapa gembiranya tentang kehampirannya!
Kecelakaan orang-orang Rom berada di dalam genggaman tangan, aku mesti hapuskan mereka semua.”
Dengan memegang bendera Islam yang berkibaran di sebelah tangan dan sebelah tangan lagi memegang pedang beliau terus meluru ke arah musuh. Sewaktu meluru tangan kanan beliau yang memegang bendera telah ditetak, beliau dengan segera memegang bendera dengan tangan kiri, tetapi tangan kiri beliau juga ditetak, beliau tetap memegang kuat dengan menggigit bendera dengan bantuan kedua belah bahunya yang telah kudung. Darah mengalir seperti air paip. Datanglah musuh dari arah belakang lalu menetak Jaafar ra. sehingga terbelah dua, dan syahidlah Jaafar ra. Umur Jaafar ra. ketika itu ialah 33 tahun.

Abdullah bin Umar ra. menceritakan, “Ketika kami mengangkat beliau keluar dari medan pertempuran. Kami dapat mengira bahawa terdapat 90 liang luka di badan beliau.”

Sewaktu Jaafar ra. terbunuh Abdullah bin Rawahah sedang makan daging di penjuru medan peperangan. Beliau sudah tiga hari kelaparan. Sebaik sahaja beliau mendengar berita tentang kematian Jaafar. Dengan segera beliau mencampakkan daging dengan berkata “Abdullah kamu ini asyik sibuk dengan makan, sedangkan Jaafar telah sampai ke syurga.”

Tanpa membuang masa Abdullah bin Rawahah terus mencapai bendera dan meluru ke arah musuh. Dalam pertempuran anak-anak jarinya banyak yang parah dan banyak yang tergantung dengan isi. Beliau meletakkan anak-anak jarinya ke bawah lalu dipijak dengan kaki dan ditarik sehingga jari-jarinya bercerai dari tangannya.

Kemudian beliau terus mara dan beliau berhenti sebentar dan memikirkan tentera Islam yang sedikit berbandingkan tentera musuh yang ramai. Dalam tengah berangan-angan itu dia tersentak dan berkata ia dalam hatinya: “Wahai hati, apa yang menyebabkan kamu memikirkan demikian?” Adakah kerana cinta kepada isteriku? Kalau begitu aku ceraikan kamu pada saat ini juga. Adakah kerana hamba-hamba? Kalau begitu aku bebaskan mereka semua. Adakah kerana kebun? Kalau begitu aku berikan sebagai sedekah.”

Oleh kerana keletihan dan kelaparan, beliau turun dari kudanya, sementara sepupunya datang membawa sekeping daging kepadanya dengan berkata: “Kamu tidak dapat tidur dan makan kerana kelaparanmu selama tiga hari.”
Apabila Abdullah hendak mengambil daging tersebut, beliau mendengar laungan musuh di salah satu sudut medan pertempuran, beliau melemparkan daging tersebut. Dengan pedang yang terhunus beliau meluru ke arah musuh dan berjuang sehingga beliau syahid di medan pertempuran itu.

--------------------------------------------------------------------------------------------

Tipu Daya Kaum yang Sesat
Tipu Daya Kaum Quraisy Terhadap Rasulullah SAW


Dan ingatlah bahawa Allah SWT telah berfirman yang bermaksud:
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memasukkan kamu ke dalam penjara atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (Al-Anfal: 30)

Di Kota Mekah pada zaman Nabi Muhammad SAW ada suatu tempat yang disebut dengan “Daarun Nadwah.” Jika ada perkara-perkara penting yang akan dibincangkan, para pemuka Quraisy berkumpul di situ. Begitu juga halnya ketika mereka hendak menggagalkan dakwah yang dijalankan oleh Rasulullah SAW. Maka berkumpullah lima pemuka kaum Musyrikin iaitu: Utbah, Syaibah, Abu Jahal, Abul Bukhtari, dan Al-Ash bin Wa’il. Riwayat lain mengatakan bahawa yang hadir di situ seramai dua belas orang.

Ketika mereka memasuki Darun Nadwah, maka Iblis yang menyamar sebagai seorang tua yang bertongkat sama-sama masuk. Abu Jahal berkata kepadanya: “Kami berkumpul di sini untuk membincangkan sesuatu yang sangat rahsia, maka balik sajalah tuan.”

Iblis itupun menjawab: “Saya adalah seorang ulama dari negeri Najd, saya telah hidup beberapa zaman dan telah mencuba berbagai perkara. Saya juga mengetahui cara mentakwilkan dan menafsirkan secara baik, oleh sebab itu izinkanlah saya masuk bersama-sama anda. Supaya saya juga dapat membantu mana perkara yang benar dan mana-mana perkara yang salah.”

Akhirnya mereka membiarkannya masuk ke dalam Daarun Nadwah itu. Kemudian mereka pun memulai mesyuaratnya. Berkata Utbah: “Maut itu hak, maka bersabarlah kamu semua sampai Muhammad itu meninggal, dan kita selamat dari ancaman kejahatannya.”

Iblis berkata: “Cis, sungguh bodoh sekali pendapatmu, engkau tidak sesuai untuk ikut berbincang, melainkan hanya sesuai sebagai pengembala ternak dan keldai. Seandainya kamu semua bersabar menunggu sampai Muhammad meninggal dunia, maka agamanya telah berkembang di Timur dan Barat. Kemudian berkumpullah tenteranya yang sangat besar, lalu memerangi kamu semuanya, sehingga kamu binasa.”

Mereka menjawab: “Benar juga apa yang dikatakan oleh Ulama Najd ini.” Kemudian Syaibah berkata: “Saya berpendapat agar Muhammad itu kita penjarakan dalam sebuah rumah, kemudian kita kunci pintunya sampai ia mati kelaparan dan kehausan.”

Iblis berkata: “Itu juga tidak tepat, kerana sudah tentu Bani Hasyim akan berkumpul dan membebaskannya daripada kamu semua, dan akan timbullah permusuhan yang besar antara kamu semua dengan Bani Hasyim.” Mereka semua menjawab, bahawa benar apa yang dikatakan oleh Imam Najdi itu.”

Kemudian Al-’Ash bin Wail berkata: “Kita ikat sahaja Muhammad pada seekor unta, kemudian kita lepaskan di padang sehingga ia mendapat kebinasaan di sana.”

Maka berkatalah Iblis: “Itu juga masih belum tepat, kerana Muhammad itu orangnya tegap, bagus bentuk rupanya, fasih dalam bertutur kata serta manis ucapannya. Mungkin ia akan berjumpa dengan seseorang yang akan menunjukkan jalan kepadanya. Kemudian orang ramai akan membenarkan setiap ucapannya setelah itu ia berhasil mengumpulkan pengikut yang ramai. Kemudian baru ia pulang dengan tenteranya yang besar untuk memerangi kamu semua.” Mereka berkata benar apa yang diucapkan oleh Iman Najdi itu.

Kemudian tiba giliran Abu Jahal untuk menyampaikan pendapatnya, ia berkata: “Sebaiknya setiap kabilah mengeluarkan seorang pemudanya, masing-masing disiapkan dengan senjata. Bila malam telah tiba, kita serang Muhammad secara bersama, lalu kita bunuh bersama-sama, sehingga tidak ada yang mengetahui siapa pembunuh yang sebenarnya. Dan jika kerabatnya meminta denda, maka kita dapat mengumpulkan harta daripada setiap kabilah dan kita berikan kepada mereka. Dengan demikian kita hentikan tuntutan mereka dan kita semuanya bebas daripada kejahatannya.”

Maka Iblis itu pun berkata: “Pendapatmu itu Wahai Abu Jahal tepat sekali“. Mereka pun berbincang akan melaksanakan pendapat Abu Jahal tersebut. Mereka menuju arah yang berbeza keluar dari Darun Nadwah tersebut.

Kemudian turunlah Jibril as. dengan membawa ayat 30 surah al-Anfal kemudian berkata kepada Rasulullah: “Wahai Muhammad, Allah SWT berkata: “Keluarlah dari Kota Mekah ke Kota Madinah, kerana dalam urusan itu ada suatu rahsia yang sedang aku rencanakan.” Janganlah gentar sebab setelah kesulitan ada kemudahan, pada setiap sesuatu itu ada masa dan aturan. Dan setiap keadaan kita, Allah sentiasa memperhatikan di atas rencana kita Allah jualah yang mentakdirkan.

Ketika petang telah sampai, Rasulullah SAW mengadakan mesyuarat dengan para sahabatnya, baginda berkata: “Siapakah di antara kamu yang akan menemani aku, kerana Allah telah memerintahkan kepadaku untuk berhijrah ke Madinah.” Kemudian Abu Bakar menjawab: “Saya bersedia ya Rasulullah.”

Kemudian Rasulullah melihat ke arah sahabat-sahabatnya, dan berkata: “Siapakah di antara kamu yang bersedia tidur di atas tempat tidurku, aku akan menjaminkannya agar Allah memasukkannya ke Syurga.” Maka berkatalah Ali ra.: “Saya sanggup ya Rasulullah, saya bersedia mengorbankan nyawaku demi baginda.”

Berkata Jabir bin Abdullah: “Saya mendengar Ali bin Thalib membacakan syairnya sedangkan Rasulullah mendengarkannya: “Aku saudara Musthapa, tiada keraguan dalam nasibku
Nenekku dan nenek Rasulullah adalah satu.
Aku membenarkannya sedang manusia dalam kegelapan
kesesatan, syirik dan kemelaratan.
Segala puji bagi Allah,
Tidak ada sekutu bagi-Nya
yang sangat baik kepada hamba dan kekal sepanjang masa.” Mendengar bait-bait syait tersebut, maka Rasulullah tersenyum dan berkata: “Benarlah engkau wahai Ali.”

Pada malam itu Ali tidur di atas tempat tidur Rasulullah. Orang-orang kafir datang mengepung rumah baginda, mengintai bila Rasulullah akan keluar. Di antara mereka terdapat Iblis laknatullah. Kemudian Allah memberikan rasa mengantuk dan lalai kepada mereka sehingga mereka tertidur semuanya, termasuk juga Iblis yang tidak pernah tidur senyenyak malam tersebut.

Maka keluarlah Rasulullah SAW diiringi oleh Abu Bakar. Baginda melihat orang-orang kafir itu tertidur, senjata-senjata mereka berada di samping mereka. Lalu baginda menaburkan debu di atas kepala mereka.

Diriwayatkan bahawa Rasulullah membaca surah Yaasin ketika akan melewati orang-orang kafir itu, sehingga tidak seorang pun di antara mereka dapat melihat baginda, berkat kemuliaan surah Yassin tersebut. Ketika Rasulullah telah pergi, maka Iblis pun terbangun, kemudian ia membangunkan mereka dan ia berkata: “Muhammad telah pergi, tidakkah kamu melihatnya bahawa ia telah menaburkan debu di atas kepala kamu.”

Mereka bangun dan mencari Rasulullah di tempat tidur baginda. Maka yang ada di sana Ali bin Abi Thalib. Mereka bertanya: “Mana Muhammad? Ali ra. menjawab: Tuhan Yang Maha Tinggi telah membawa pergi Nabi-Nya ke arah yang di kehendaki-Nya. Maka janganlah kamu semua mencarinya, kerana mungkin ia telah berada di tempat yang tinggi.”

Setelah mereka tidak menemukan Rasulullah di dalam rumahnya, maka mereka mengadakan mesyuarat selama tiga hari. Kemudian mereka mengutus Suraqah bin Malik mengikuti jejak Rasulullah di Madinah. Di suatu tempat ia berjumpa dengan baginda Rasulullah. Suraqah tergolong salah seorang pahlawan Arab yang kuat dan berani, namun Rasulullah tidak merasa khuatir.

Setelah dekat maka Suraqah menghunuskan pedang dan ia berkata: “Hai Muhammad, siapakah yang akan membelamu pada hari ini daripada kekuatanku? Rasulullah menjawab: Allahlah yang akan membelaku. Kemudian Jibril pun turun, sambil berkata: Ya Muhammad Allah telah berfirman untukmu: Aku menjadikan bumi itu tunduk kepadamu, maka perintahkanlah ia sesuka hatimu.”

Rasulullah pun berkata: “Wahai bumi benamkanlah ia.” Maka bumi pun menelan Suraqah hingga ke lututnya. Suraqah berusaha memacu kudanya namun tidak dapat digerakkan. Kemudian ia berkata: “Hai Muhammad, berilah keamanan kepadaku, demi kemuliaan Uzza, jika kamu selamatkan aku, maka aku akan berpihak kepadamu.” Kemudian Rasulullah menyelamatkannya daripada bencana tersebut. Dikisahkan bahawa Suraqah mengulangi perbuatannya itu sampai tujuh kali, setiap kali ia mengingkari janji maka bumi menelannya.

Akhirnya pada kali kelapan, ia sungguh-sungguh bertaubat. Kemudian ia mengeluarkan satu anak panah, lalu diberikannya kepada Rasulullah SAW. Ia berkata: “Ya Rasulullah, aku mempunyai ternak di arah perjalananmu ini, maka temuilah pengembalanya dan mintalah apa yang tuan perlukan daripada mereka.”

Rasulullah menjawab: “Ya Suraqah, engkau tidak mahu memeluk ajaran Islam, maka aku pun tidak tertarik dengan harta dan ternakmu.” Suraqah berkata: “Ya Muhammad, kelak dakwahmu akan muncul ke seluruh alam, dan baginda akan menguasai manusia, maka marilah kita membuat perjanjian, bila sampai hari tersebut aku akan menyatakan Islamku padamu.”

Kemudian Rasulullah mengambil tembikar (pasu kecil) dan diberikannya kepada Suraqah dan berkata: “Inilah perjanjianku denganmu.” Suraqah berkata: “Mintalah hajatmu kepadaku ya Muhammad.” Rasulullah menjawab: “Wahai Suraqah, permintaanku kepadamu iaitu agar engkau menyuruh kepada pasukan Quraisy tersebut berpaling arah.”

Kemudian pulanglah Suraqah, di tengah perjalanan ia berjumpa dengan Abu Jahal, lalu berkata: “Hai Abu Jahal, Muhammad tidak menempuh jalan ini.” Mereka pun semuanya pulang. Abu Jahal pun berkata kepadanya:
“Wahai Suraqah, aku kira engkau telah berjumpa dengan Muhammad, ceritakanlah kepada kami apa sebenarnya yang terjadi?” Maka Suraqah pun bermadah: “Hai Aba Hakam, demi Latta, bila tuan menyaksikan
di hadapan kudaku ketika ia terbenam.
Tuan akan tahu, dan tidak akan ragu bahawa Muhammad itu
seorang utusan yang membawa bukti nyata,
kenapa kita tidak memuliakannya.
Hendaklah tuan memulangkan pasukan darinya,
kerana aku yakin kemuliaan dan kedudukannya
akan muncul suatu hari nanti.”

--------------------------------------------------------------------------------------------

Tipu daya kaum Yahudi terhadap larangan Allah SWT

Allah telah memuliakan Nabi Musa as. pada hari Sabtu, dan ia memerintahkan kepada kaumnya agar tidak bekerja pada hari itu dengan segala urusan keduniaan seperti jual-beli, perdagangan, berwasiat dan lain-lain.

Pada suatu negeri yang bernama Ailah, penduduknya adalah para nelayan penangkap ikan. Allah mengutus kepada mereka Nabi Daud as. membawa risalah dari Tuhan berupa larangan bagi para nelayan itu untuk menangkap ikan pada hari Sabtu, sedangkan pada hari-hari lain dibolehkan.

Maka Nabi Daud pun menyampaikan risalah Tuhan itu kepada penduduk Ailah, tetapi mereka menolaknya. Lalu Allah mencuba mereka dengan suatu cubaan iaitu dijadikan pada setiap hari Sabtu semua ikan berkumpul di laut mereka, sedangkan pada hari lainnya seekor ikan pun tidak mereka temui. Sehingga timbullah kesusahan yang panjang, dan Allah menimpakan kelaparan kepada mereka.

Akhirnya mereka berusaha untuk tetap menangkap ikan pada hari Sabtu. Mereka membuat benteng dan sungai-sungai itu ke dalam benteng-benteng pada hari Sabtu. Bila mereka melihat benteng itu telah penuh dengan ikan, maka mereka menutup muara sungai tersebut.

Para ulama, hukama dan orang-orang zahid berulang-ulang menasihati mereka, namun mereka tetap sahaja melakukan pelanggaran tersebut. Sehingga ulama-ulama itu berpisah daripada kehidupan mereka kerana khuatir akan terkena bencana bersama-sama mereka yang engkar.

Ketika Allah hendak menyeksa mereka, Allah biarkan mereka berbuat sesuka hati mereka selama dua tahun. Di samping itu Allah tetap mengutus kepada mereka orang-orang yang akan memberikan peringatan dan nasihat. Namun mereka tetap berdegil dan tidak mahu menerima peringatan dan nasihat.

Akhirnya, pada suatu hari para ulama, hukama dan orang-orang zahid itu memasuki kota tersebut, mereka tidak berjumpa dengan seorang pun. Kemudian mereka membuka pintu-pintu rumah dan masuk ke dalamnya, tiba-tiba mereka melihat lelaki dan perempuan telah berubah menjadi kera-kera atau monyet.

Allah SWT berfirman bermaksud: “Maka Tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan kami timpakan kepada orang-orang yang zalim dengan seksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, kami katakan kepadanya “Jadilah kamu kera yang hina.” (Al-A’raf: 165-166)
Allah telah menceritakan kisah ini kepada kekasihnya Muhammad SAW:

1. Firman Allah SWT bermaksud: “Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu.”(An-Nahl: 124)
2. Firman Allah SWT bermaksud: “Dan sesungguhnya kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina.”(Al-Baqarah: 65)
3. Firman Allah SWT bermaksud: “Dan telah Kami angkat ke (atas) kepala mereka bukit Thursina untuk menerima perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka dan Kami perintahkan kepada mereka: “Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud.” Dan Kami perintahkan pula kepada mereka “Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu, dan Kami mengambil dari mereka perjanjian yang kukuh.” (An-Nisa’: 154)
4. Firman Allah SWT bermaksud: “Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, diwaktu datang kepada mereka ikan-ikan yang berada di sekitar mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencuba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (Al-A’raaf: 163)
Maha Suci Allah Zat yang perbuatan-Nya tidak sama dengan perbuatan makhluk. Tidak mengetahui hikmat yang terkandung di dalamnya melainkan mereka yang mempunyai hati yang bersih dan terbuka. Demikianlah seekor ikan yang diambil oleh orang Yahudi telah menjadikan mereka kera-kera yang hina. Dan seekor ikan yang diambil oleh nabi, menjadi raja segala ikan. Iblis yang asal kiblatnya adalah Arsy akhirnya menjadi terhina, sedangkan Umar bin Khattab yang asal kiblatnya adalah berhala menjadi orang yang dicintai dan disenangi.

Tentang makna hari Sabtu ini ada beberapa pendapat. Sebahagian ulama mengatakan bahawa Sabtu itu ertinya ‘Agung’ sebab hari Sabtu itu diagung-agungkan oleh orang-orang Yahudi. Ulama yang lain mengatakan bahawa Sabtu itu ertinya istirehat, kerana orang-orang Yahudi pada hari Sabtu itu beristirehat daripada urusan duniawi.

Dikisahkan bahawa ketika ditanyakan kepada orang-orang Yahudi: “Apakah sebabnya kamu semua tidak bekerja dengan urusan duniawi pada hari Sabtu? Mereka beberapa orang Yahudi datang menghadap Rasulullah SAW, mereka bertanya: Ya Muhammad, ceritakanlah ke pada kami apa yang telah diciptakan Allah pada hari-hari dalam seminggu?”

Rasulullah SAW menjawab: “Pada hari Ahad, Allah menciptakan langit dan bumi. Pada hari Isnin, Allah menciptakan gunung-ganang. Pada hari Selasa Allah menciptakan bintang. Pada hari Rabu Allah menciptakan cahaya. Pada hari Khamis Allah menciptakan Syurga dan neraka. Dan pada hari Jumaat, Allah menciptakan Adam dan Hawa. Orang Yahudi itu berkata: Baginda benar, apabila baginda sempurnakan jawapan tersebut.”

Rasulullah bertanya: “Apakah kesempurnaannya itu? Mereka menjawab: Ketika Allah telah menyempurnakan penciptaan langit dan bumi, maka Ia duduk bersandar dengan menyilangkan kedua belah kaki-Nya dan beristirehat, dan itu terjadi pada hari Sabtu. Itulah sebabnya kami jadikan hari Sabtu itu sebagai hari raya kami dan kami berehat pada hari itu.”

Mendengar perkataan Yahudi itu Rasulullah sangat kecewa. Maka Allah SWT menurunkan wahyu yang bermaksud: “Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikit pun tidak ditimpa keletihan“ (Qaaf: 38)
Keletihan itu hanya menimpa kepada orang-orang yang bekerja dengan menggunakan anggota badan. Sedang Allah SWT menciptakan sesuatu itu hanya dengan ucapan, maka akan jadilah segala apa yang dikehendaki-Nya.
Firman Allah SWT bermaksud: “Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.” (Al-Qamar: 50)
Firman Allah SWT bermaksud: “Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya “kun (jadilah),” maka jadilah ia.” (An-Nahl: 40) Sesungguhnya orang-orang Yahudi telah melanggar perintah Allah pada hari yang ditetapkan, maka Allah merubah wajah mereka. Bagi orang-orang Mukmin telah berbuat taat kepada Allah dan menunaikan solat Jumaat, maka Allah merubah dosa-dosa mereka menjadi kebaikan. Firman Allah SWT ertinya: “Maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Furqan: 70) Allah tidaklah merubah rupa seorang Yahudi itu kerana mereka menangkap ikan, namun mereka dirubahkan kerana mereka telah meremehkan perintah Allah SWT, dan mengerjakan larangan-Nya.

Dalam sebuah hikayat dikisahkan, bahawa seorang yang terkenal kefasikan dan kejahatannya, suka minum arak dan membuat kemaksiatan yang lainnya, pemuda tersebut bernama Utbah Al-Ghulam. Pada suatu hari ia mengikuti majlis pengajian Hasan Al-Basyri. Di situ ia mendengar salah seorang qari membaca ayat Al-Quran: “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16) Kemudian Syeikh menafsirkan ayat tersebut, dan membahasnya dengan penyampaian yang baik sehingga sangat berkesan di hati pendengarnya. Orang-orang yang hadir di situ mencucurkan air matanya kerana merasa terharu.

Seorang pemuda bangun di antara mereka dan berkata: “Wahai imam, apakah Allah SWT akan menerima taubat orang yang durhaka seperti saya? Syeikh itu menjawab: Ya, Allah akan menerima taubatmu, sekalipun kejahatanmu itu seperti Utbah Al-Ghulam.”

Ketika Utbah mendengar perkataan Syeikh tersebut, maka wajahnya berubah menjadi pucat, dan menggigil seluruh tubuhnya, lalu ia memekik dengan kerasnya sehingga ia tidak sedarkan diri.

Setelah ia sedar kembali, maka ia menghampiri Syeikh tersebut dan duduk di dekatnya, lalu Syeikh tersebut melafazkan sebuah Syair: “Wahai pemuda yang telah mendurhaka kepada Tuhan Arsy
Tahukah engkau apa balasan bagi penderhaka?
Neraka Sairlah bagi mereka, tempat kebinasaan
Celakalah mereka di hari rambut diikat.
Jika engkau sabar di neraka, maka bermaksiatlah
Jika tidak, jauhilah maksiat itu,
Dah dosa yang telah engkau lakukan
engkau telah menghina diri sendiri
Maka berusahalah untuk membebaskannya.” Mendengar syair tersebut, maka Utbah memekik sekali lagi, sehingga ia tidak sedarkan diri. Setelah sedar ia berkata: “Wahai Syeikh, apakah Tuhan akan menerima taubat daripada orang seperti aku? Syeikh menjawab: Siapa lagi yang akan menerima taubat seorang hamba yang berdosa, selain Tuhan yang Kuasa.”

Kemudian Utbah mengangkatkan kepalanya dan berdoa, dengan tiga doa yang masyhur:

1. “Ya Allah, seandainya Engkau terima taubatku, dan Engkau ampuni dosa-dosaku, maka kurniailah aku dengan pemahaman dan kuat dalam hafalan, sehingga nantinya aku dapat mengingat semua ilmu dan ayat-ayat Al-Quran yang-Ku dengar.”

2. “Ya Allah, kurniakanlah kepadaku dengan suara yang baik dan merdu, sehingga setiap orang yang mendengarkannya akan bertambah lembut hatinya, sekalipun ia berhati keras.”

3. “Ya Allah, kurniakanlah untukku rezeki yang halal dari jalan yang tak diduga.”

Maka Allah mengabulkan segala permintannya itu, sehingga bertambah kuat pemahaman dan hafalannya. Jika ia membaca ayat-ayat Al-Quran maka orang-orang yang mendengarkannya menjadi lembut hatinya dan akhirnya bertaubat dan kembali kepada kebenaran. Begitu juga rezekinya yang sentiasa diberikan oleh Allah SWT.

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Kezaliman & Kesesatan
Kezaliman Raja Najran

Sebelum kedatangan Islam di satu tempat yang bernama Najran dan ianya juga terletak berdekatan dengan tanah Arab tinggallah seorang lelaki yang bernama Abdullah bin As Samir. Dia adalah merupakan seorang yang memiliki keimanan dan ketakwaan amat kuat dan dia juga adalah seorang yang soleh lagi baik. Maka pada suatu hari bapa kepada Abdullah telah menyuruhnya pergi mempelajari ilmu sihir dari seorang ahli sihir yang amat terkenal lagi handal di dalam negara mereka itu dan itulah juga yang dikehendaki oleh Raja bagi negara tersebut. Si Raja memerintahkan kepadanya agar mempelajari ilmu sihir.

Abdullah tadi menolak ia tidak mahu untuk mempelajari ilmu sihir kerana dia adalah seorang yang telah beriman kepada Allah SWT kerana dia juga mengetahui bahawa sihir adalah satu amalan yang tidak diterima oleh Allah. Barangsiapa yang mempelajarinya, juga beramal dengannya maka dia telah mensyirikkan Allah SWT. Oleh kerana itu merupakan perintah dari Raja, mahu tidak mahu dia mesti juga pergi mempelajarinya. Akhirnya dia pun bersiap sedia untuk pergi berjumpa ahli sihir tadi untuk mempelajari ilmu sihir.

Pada suatu hari ketika Abdullah sedang dalam perjalanan menuju ke rumah ahli sihir tiba-tiba dia terdengar satu suara yang begitu lunak memperkatakan tentang kewajipan beribadah dan beriman kepada Allah SWT. Lalu dia terus menumpukan perhatian dan pendengarannya kepada suara tersebut hinggakan hampir-hampir dia lupa apa tujuan sebenarnya dia keluar dari rumah pada hari itu, bila teringat tujuan asalnya dia terus menyambung kembali perjalanannya.

Maka ketika dia sampai ke rumah ahli sihir itu. dia terus ditanya: “Kenapa kamu terlambat?” Lalu si ahli sihir tadi terus menjatuhkan hukuman kepadanya.

Tidak lama kemudian dia disuruh pulang oleh ahli sihir. Dalam perjalanan pulang Abdullah singgah sebentar bertemu dengan orang alim yang menyeru orang ramai beriman kepada Allah tadi. Dia berbual-bual dan mendengar kata-kata dari orang alim itu hinggakan dia hampir-hampir lupa untuk pulang, terus ke rumah. Ketika dia teringat bahawa dia dikehendaki pulang segera ke rumah, terus dia bergegas pulang.

Sesampai sahaja di rumah bapanya terus bertanya kepadanya: “Kenapa kamu terlambat pulang?”

Maka bapanya terus menghukum atas kelewatannya itu. Dan begitulah seterusnya. Setiap kali dalam perjalanannya ke rumah ahli sihir dan dalam perjalanannya untuk pulang ke rumah dia tetap akan singgah sebentar bertemu dengan orang alim demi mendengar darinya nasihat-nasihat dan juga tunjuk ajar untuk lebih menguatkan lagi keimanannya kepada Allah SWT.

Pada suatu hari ada seekor ular yang amat besar dan berbisa telah mengganggu setiap orang ramai yang lalu di jalan tersebut. Setiap mereka yang lalu di situ sudah pasti akan di sakitinya ataupun paling kurang si ular yang berbisa itu akan menakut-nakutkan mereka yang lalu di situ. Jadi bermula dari hari itu semua orang merasa takut untuk lalu di jalan tersebut dan itulah jalan yang selalu dilalui oleh Abdullah untuk pergi ke rumah ahli sihir dan juga untuk bertemu dengan orang alim yang selalu memberi tunjuk ajar kepadanya. Jadi pada suatu hari tanpa disedari Abdullah telah melalui jalan tersebut. Tiba-tiba keluarlah ular yang besar dan berbisa itu tadi untuk menyerangnya.

Abdullah pun terus mengambil seketul batu yang agak besar lalu berkata pada dirinya: “Ya Allah! Kalaulah seandainya engkau lebih suka aku mendampingi orang alim itu daripada aku mendampingi ahli sihir maka bunuhlah ular yang besar ini!” Terus dia melemparkan batu tadi kepada kepala ular dan batu itu akhirnya mengenai kepala ular dan dengan serta merta ular itu terus mati. Kemudian dia pun segera menemui orang alim lalu diceritakan apa yang telah berlaku ke atasnya. Sesungguhnya dia telah membunuh seekor ular yang amat ditakuti oleh setiap orang yang melalui jalan untuk ke sini.

Lalu orang alim itu pun berkata: “Sesungguhnya berita gembira buat kamu wahai Abdullah. Kerana sesungguhnya kamu telahpun beriman kepada Allah, Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya. Dan Dialah juga yang telah menciptakan matahari, bulan, malam, siang, dunia dan akhirat. Sesungguhnya Dia akan menjadikan kamu seorang manusia yang mulia!”

Tidak lama selepas itu berita tentang anak muda ini menjadi masyhur semua penduduk negara itu mengetahuinya tentang keimanannya kepada Allah SWT dan juga tentang dia menyeru orang ramai agar menyembah Tuhan yang Esa iaitu Allah SWT yang menjadikan segala-galanya yang ada di muka bumi ini. Allah telah mengurniakan beberapa karamah di antaranya pernah sekali dia mendoakan seorang yang sakit tenat.

Selepas selesai dia berdoa tidak lama kemudian orang itu terus sembuh dari sakit. Lantas orang itu pun terus beriman kepada Allah menjadi salah seorang dari pengikutnya dan di kalangan penduduk negara Najran itu ramai juga yang menerima seruannya serta beriman kepada Allah. Pada suatu hari datang lagi kepada Abdullah seorang yang diserang penyakit iaitu matanya tidak dapat melihat lalu orang itu berkata kepada Abdullah: “Sesungguhnya aku telah beriman kepada Allah. Jadi aku minta kamu doakan untukku supaya penglihatanku dikembalikan semula.”

Abdullah pun berkata: “Sesungguhnya Allah Berkuasa untuk melakukan setiap apa yang dikehendakinya! Ya Allah wahai Tuhanku! Kalau seandainya orang ini berkata benar maka sembuhkanlah kembali penglihatannya!” Berlakulah suatu karamah baginya iaitu penglihatan orang tadi kembali disembuhkan oleh Allah SWT menjadikan dia boleh melihat seperti sedia kala. Dia boleh melihat segala-galanya. Lantas orang tadi terus menjerit kegembiraan: “Sesungguhnya aku beriman kepada Allah! Aku beriman kepada Allah!”

Orang tadi pun terus berlari pulang ke rumah sambil berulang-ulang kali menyebut: “Aku telah beriman kepada Allah. Aku telah kembali dapat melihat!”

Dan dia juga melafazkan perkataan yang sama kepada bapa saudaranya iaitu Raja bagi negara Najran tersebut. Terus si Raja menjadi marah dan berkata: “Siapakah yang mengajarkan kamu perkataan tersebut?”

Dia menjawab: “Yang telah mengajarkan kepada aku ialah seorang pemuda yang sangat mulia dan beriman. Namanya Abdullah bin As Samir.” Si Raja pun berkata lagi: “Oh! dia inilah yang aku perintahkan untuk mempelajari ilmu sihir. Maka segera bawakan dia kepadaku! aku ingin menemuinya.”

Maka apabila Abdullah telah dihadapkan di hadapan Raja, terus Raja berkata: “Jadi bagaimana kamu sekarang ini! Adakah ilmu sihir yang aku suruh kamu pelajari itu telah benar-benar memberi manfaat kepada kamu hinggakan aku dengar bahawa kamu dapat menyembuhkan orang yang buta kembali melihat?” Abdullah pun menjawab: “Sebenarnya bukanlah aku yang menyembuh penglihatan orang itu, akan tetapi yang menyembuhkannya ialah Allah kerana sesungguhnya Allah berkuasa untuk melakukan segala-galanya.”

Bila mendengar jawapan dari Abdullah si Raja pun marah mukanya merah padam seraya berkata: “Siapakah yang mengajarkan kamu semua perkara ini?” Jawab Abdullah: “Yang mengajarkan aku semua perkara ini ialah seorang tua yang alim yang amat beriman dan bertakwa kepada Allah. Dan dia selalu beribadah menyembah Allah siang dan malam.”

Dengan kemarahan yang tidak dapat ditahan itu terus Raja memerintahkan agar orang tua alim itu dan anak saudaranya tadi dihukum bunuh. Raja juga telah memerintahkan agar Abdullah juga di bunuh. Iaitu hendaklah dia dicampakkan dari puncak bukit. Akan tetapi Allah SWT telah melindungi kekasihnya itu tidak semena-mena bilamana tentera Raja ingin membawanya ke puncak bukit sedang mereka di kaki bukit, tiba-tiba berlakulah gempa bumi dan semua tentera yang membawanya jatuh tercampak ke bawah bukit. Mereka hendak membunuhnya akan tetapi Allah SWT telah menyelamatkannya dari maut.

Ketika dia telah terselamat dari perancangan jahat itu, dia pun terus turun dari bukit dan pergi berjumpa Raja dan berkata: “Sesungguhnya Allah SWT telah melindungi aku dari segala kejahatan yang ingin dilakukan oleh manusia.”

Raja pun makin bertambah marah. Sekali lagi dia memerintahkan kepada tenteranya agar menangkap Abdullah dan membunuhnya, dia memerintahkan agar mereka membawa Abdullah dengan sebuah kapal ke tengah-tengah laut kemudian mencampakkan ke dalam laut yang dalam itu dan janganlah mereka pulang selagi mereka belum pastikan bahawa Abdullah benar-benar telah tenggelam sampai ke dasar laut.

Tentera pun terus membawa Abdullah sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Raja. Ketika mereka menaiki kapal membawa Abdullah menuju ke tengah-tengah laut, tiba-tiba Allah mendatangkan kepada mereka satu ombak yang amat besar, hingga dengan pukulan ombak yang besar itu mengaramkan dan menenggelamkan kapal tadi, dan semua yang ada di dalamnya turut ditenggelamkan oleh ombak kecualilah Abdullah kerana Allah telah menyelamatkannya dari ditenggelamkan ombak. Jadi berenang-renanglah semula Abdullah ke pantai dengan selamat.

Sesampai sahaja dia di daratan, terus dia pergi menemui Raja dan berkata: “Sesungguhnya Allah telah melindungi aku dari segala kejahatan yang ingin dilakukan oleh hamba-hambaNya!”

Bertambah marahlah Raja bila melihat bahawa Abdullah masih hidup dan mendengar kata-katanya tadi. Sekali lagi dia memerintahkan semua tenteranya menangkap Abdullah, dan hendaklah Abdullah dipancung dengan pedang sehingga bercerai kepalanya dari badan.

Akan tetapi ketika si tukang pancung ingin memancung tiba-tiba dia terhenti. Tidak boleh untuk memancung. Maka sekali lagi Abdullah diselamatkan oleh Allah SWT. Si Raja pun bertambah marah dan terperanjat. Dia terus berfikir bagaimana untuk membunuh Abdullah, dan Abdullah pula berfikir bahawa Raja tadi belum juga mahu beriman kepada Allah, walaupun telah melihat akan karamah yang Allah jadikan kepadanya.

Akhirnya Raja bertanya kepada Abdullah: “Bagaimanakah cara untuk aku membunuh kamu?”

Maka Abdullah pun berfikir sejenak kemudian dia mengambil keputusan sanggup mengorbankan dirinya demi tersebar luas agama yang di serunya itu, dan sesungguhnya keimanannya terlalu kuat kepada Allah. Lalu dia berkata kepada Raja: “Sesungguhnya aku beriman kepada Allah! Jadi jika kamu ingin membunuh aku maka aku minta agar terlebih dahulu kamu kumpulkan seluruh rakyat yang ada di dalam negara ini dan hendaklah kamu ikatkan aku pada sebatang pokok yang besar dan tinggi. Dan ketika kamu hendak melepaskan anak panah kepadaku. Maka katakanlah: “Bismillah! Dengan nama Allah, Tuhan kepada pemuda ini!”

Sampailah hari yang telah ditetapkan. Berkumpullah seluruh penduduk negara Najran untuk menyaksikan peristiwa tersebut. Setelah Abdullah diikat pada sebatang pokok yang besar dan tinggi maka sampailah masa untuk Raja melepaskan anak panah bagi membunuh Abdullah. Jadi ketika Raja ingin melepaskan anak panah dia pun menyebut dengan suara yang tinggi: “Bismillah! Dengan nama Allah, Tuhan pemuda ini!”

Ketika anak panah mengenai badan Abdullah maka matilah Abdullah bin As Samir dalam keadaan syahid demi menegakkan kalimah Allah di muka bumi. Berlakulah satu ketentuan Allah iaitu seluruh penduduk negara Najran yang hadir di kala itu terus berkata-kata dengan begitu yakin: “Kami semua beriman kepada Allah, Tuhan pemuda itu tadi!” Kami semua beriman kepada Allah, Tuhan pemuda itu tadi!” Berulang-ulang kali mereka melafazkan perkataan tersebut.

Raja Najran mendengar apa yang diperkatakan oleh rakyat terus dia menjadi marah, dan dia memerintahkan kepada seluruh tenteranya agar menangkap seluruh rakyat yang hadir untuk dibunuhnya yang mana mereka telah beriman kepada Allah SWT. Kerana terpengaruh dengan kata-kata yang di ucapkan oleh Raja Najran ketika membunuh Abdullah. Ketika telah terkumpul semua rakyatnya, lalu dia (Raja) berkata kepada mereka: “Aku memberi kepada kamu dua pilihan iaitu sama ada kamu meninggalkan Tuhan kamu Allah ataupun kamu aku bakar dengan api yang besar?”

Sebahagian kecil dari mereka yang lemah iman dan takut terus mengalah dan mereka itu kembali murtad, kafir kepada Allah SWT demi untuk menyelamatkan diri mereka dari dibakar oleh api. Akan tetapi sebahagian besar dari mereka tetap dengan pendirian mereka. Mereka tetap teguh memegang keimanan kepada Allah dan mereka langsung tidak menghiraukan segala amaran atau pun cabaran yang diberikan oleh Raja Najran tadi. Mereka lebih mengutamakan mati agar terus hidup kekal abadi di akhirat kelak, daripada terus hidup dalam dunia dengan mensyirikkan Allah.

Raja Najran pun terus memerintahkan tenteranya agar mengorek satu lubang yang besar untuk di jadikan tempat menghidupkan api bagi membakar mereka yang ingkar perintahnya. Setelah lubang besar siap mereka segera mengumpulkan kayu-kayu api kemudian api pun dinyalakan. Raja memerintahkan agar ke semua orang yang beriman kepada Allah itu dicampakkan ke dalam api yang besar tadi. Sejarah menceritakan kepada kita bahawa bilangan mereka yang dibakar oleh Raja Najran adalah seramai tujuh puluh ribu orang. Dan tidak ada pun di kalangan mereka yang beriman dapat menyelamatkan diri kecuali seorang lelaki yang namanya Daus yang mempunyai dua ekor serigala.

Bagaimana dia boleh terselamat dari dibakar api ialah kerana dia telah berusaha dan berkeyakinan besar bahawa dia akan selamat dengan melarikan diri. Maka dia pun lari. Maka Daus pun menyelamatkan diri pergi ke Istana kerajaan Rom yang di kala itu semua mereka menganut agama yang sama iaitu beriman kepada Allah. Lalu dia menceritakan kepada Raja Rom bahawa seluruh umat Islam habis dibakar oleh Raja Najran.

Lalu Raja Rom menghantar utusan kepada Najashi Habshah agar membantunya iaitu dengan menyediakan bala tentera untuk menyerang kerajaan Raja Najran dan dia akan mengirimkan juga kepada mereka sepuluh buah kapal perang yang sebelum ini kapal perang tersebut pernah digunakan oleh tentera Najashi Habshah ketika menyerang Yaman. Lalu Najashi pun bersetuju maka berlakulah pertempuran yang hebat di antara tentera Habshah dengan tentera Najran yang separuh ahli sejarah mengatakan bahawa itulah juga Yaman.

Pertempuran yang hebat tadi berkesudahan dengan musnahnya kekuatan tentera Najran atau pun antara lain dalam sejarah di kenali sebagai Ashabul Ukhdud. Habis tentera Raja Najran dibinasakan oleh tentera Habshah. Ada yang mati dan ada sebahagian dari mereka yang dijadikan hamba abdi kepada kerajaan Najashi Habshah. Raja Najran pula bernasib baik kerana dia dapat melarikan diri akan tetapi hidupnya tidak tenang kerana semakin hari hatinya semakin resah dan bimbang akhirnya Allah membalasnya dengan satu hukuman yang sama sekali dia tidak dapat untuk melawannya.

Pada suatu hari dia ingin melarikan diri dengan menaiki seekor kuda menuju ke pantai sesampai saja di pantai Allah SWT telah memerintahkan kepada laut agar bertukar kepada ombak yang sangat besar maka teruslah ombak yang besar itu tadi menyambarnya.Lalu Raja Najran tadi ditenggelamkan oleh ombak yang besar dan itulah tentera yang diutuskan oleh Allah untuk memusnahkan orang yang telah berbuat kezaliman dan kekejaman. Begitulah kesudahan bagi Raja Najran tadi di dunia lagi Allah telah melaknat dan menghukumnya maka di akhirat nanti sudah pastilah azab pedih Allah tersedia untuknya.

Firman Allah SWT yang bermaksud: “Demi langit yang mempunyai bintang-bintang besar. Demi hari yang telah dijanjikan (hari pembalasan). Demi yang menjadi saksi dan yang dipersaksikan (sesungguhnya orang-orang kafir itu terkutuk). Terkutuklah orang-orang yang membuat lubang-lubang pembakaran, iaitu api yang bernyala-nyala. Ketika mereka duduk mengelilingi sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang beriman. Tidak ada yang mereka ingkari dari orang-orang mukmin kecuali kerana mereka beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi terpuji yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Allah menjadi saksi atas tiap-tiap sesuatu.

“Sesungguhnya orang-orang yang memfitnahi (menyeksa) orang-orang mukmin lelaki dan perempuan kemudian mereka tidak taubat maka untuk mereka seksa neraka dan untuk mereka azab yang membakar. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal soleh untuk mereka syurga yang mengalir air sungai di bawahnya. Itulah kemenangan yang besar. Sesungguhnya seksa Tuhanmu amat keras. Sesungguhnya Dia memulai (mengadakan manusia) dan mengulangnya (menghidupkannya kembali). Dia pengampun lagi penyayang, yang mempunyai ‘Arasy lagi mulia, yang memperbuat apa-apa yang dikehendakiNya. Adakah sampai kepadamu berita tentera bergajah yang berani, iaitu Firaun dan Thamud, bahkan orang-orang kafir itu tetap mendustakan dan Allah mengepung di belakang mereka (seorangpun tidak akan terlepas dari seksaNya). Bahkan dialah Al-Quran yang mulia. Di papan yang terjaga (luh mahfuz). (Al-Buruj: 1-22)

----------------------------------------------------------------------------------------------

Qarun Jutawan yang Sesat

Diceritakan ketika pada zaman Nabi Musa as. situasi kehidupan manusia pada masa itu nampak semakin kacau, telah ramai orang yang meninggalkan ajaran Nabi Musa. Mereka hanya menghendaki harta kekayaan dan mengejar kesenangan hidup di dunia, sehingga di antara mereka berlumba-lumba mencari harta kekayaan sebanyak-banyaknya dengan berbagai macam cara yang mereka tempuh.

Dengan keadaan demikian, ramai orang yang terjerumus ke jurang kesesatan. Kejahatan timbul di mana-mana, pembunuhan, perompakan, penganiayaan dan lain sebagainya perbuatan keji bermaharajalela tumbuh subur bagaikan cendawan. Yang kaya tambah kaya dan yang miskin semakin tertindas oleh para lintah darat. Sehingga perbezaan antara si kaya dan si miskin semakin ketara.

Pada masa itu ada seorang umat Nabi Musa as yang bernama Qarun. Ia adalah orang yang membuat kehancuran umat Nabi Musa, sehingga pada masa itu orang-orang menjadi iri hati terhadap kehidupan Qarun yang hidup senang, mewah dengan harta kekayaan yang melimpah. Sampai akhirnya perbuatan Qarun yang derhaka ini berani memburuk-burukkan Nabi Musa dan berusaha menjatuhkan Nabi Musa, di depan orang ramai.

Qarun berkata: “Kalau memang Musa sebagai nabi utusan Allah, tentu ia akan dapat mengatasi keadaan semacam ini, dan kalau dia sebagai kekasih Allah mengapa tidak meminta kepada Allah agar umatnya menjadi kaya seperti aku. Kalau begitu dia hanyalah seorang pembohong belaka.”

Dengan ucapan si Qarun ini akhirnya ramai orang yang tidak percaya kepada Nabi Musa dan mengikuti kepada si Qarun agar dia dapat menjadi kaya.

Akan tetapi ramai pula umat Nabi Musa yang terus selalu berusaha menasihati si Qarun agar jangan sombong dan derhaka. Akan tetapi usaha mereka itu sia-sia belaka. Nasihat yang pernah diberikan kepada si Qarun ialah:
“Hai Qarun, janganlah engkau terlalu gembira dan sombong dengan hartamu yang banyak itu. Dan kami tidak pula melarangmu demikian, tetapi kami hanya menasihati agar kamu mencari harta itu dengan jalan halal dan gunakan hartamu itu di jalan yang baik, tolonglah mereka yang miskin dengan sebahagian hartamu seperti Allah telah berbuat baik kepadamu, dengan demikian Allah akan menambah hartamu itu berkat rahmat-Nya.”

Jawab si Qarun: “Aku tidak perlu akan nasihat kalian, tanpa nasihat kamu pun aku dapat hidup senang, kaya, akal saya lebih pandai daripada kamu. Oleh kerana itu sayalah yang lebih berhak menasihati kalian.”

Dengan hati yang kecewa mereka pulang meninggalkan si Qarun, mereka memberitahukan hal itu kepada Nabi Musa. Mendengar laporan itu, Nabi Musa merasa sedih hatinya, ia berkata: “Ya Allah, dosa apakah yang aku perbuat hingga Engkau turunkan seksa dan cubaan padaku. Ya Allah, tuntunlah aku dan kuatkanlah hatiku untuk membina hamba-Mu yang telah berpaling dari ajaranku, sehingga mereka melupakan Engkau.”

Demikianlah keluhan Nabi Musa as yang disampaikan kepada Allah. Selang beberapa hari, turunlah ayat Allah iaitu perintah untuk mengeluarkan zakat atas orang-orang yang kaya atau mampu yang kemudian hasilnya dibahagikan kepada fakir miskin atau kepada orang yang kekurangan.

Kemudian Nabi Musa memanggil para pengikutnya yang setia lalu ia berkata: “Beritahukanlah kepada mereka, bahawa Allah telah memerintahkan zakat kepada orang-orang yang mampu atau kaya yang mempunyai harta yang lebih.”

Dengan telah tersiarnya perintah ini, bagi hamba Allah SWT yang beriman mereka segera menunaikan kewajipan zakat dan dikumpulkan oleh Nabi Musa untuk dibahagikan kepada fakir miskin. Akan tetapi bagi mereka yang ingkar, ia menolak perintah ini sehingga ramai orang yang berkata: “Mengapa aku harus mengeluarkan sebahagian hartaku.”
Juga berkata yang lainnya: “Mengapa hartaku harus dibahagikan kepada fakir miskin sedangkan aku memperolehinya dengan susah payah.”

Maka ucapan mereka itu kemudian dijawab oleh pengikut Nabi Musa yang setia: “Harta yang engkau keluarkan itu adalah untuk menjaga hartamu dan menolong orang yang kekurangan, agar mereka tidak tersesat dan mengganggu harta kalian.”

Termasuk dalam hal ini si Qarun yang enggan untuk mengeluarkan sebahagian hartanya, sehingga diperingatkan oleh Nabi Musa dengan marah: “Hai Qarun, keluarkanlah zakatmu. Itu adalah perintah Allah, juga aku sampaikan kepadamu bahawa Allah telah menetapkan aku sebagai Nabi dan Rasulmu.”

Jawab si Qarun: “Hai Musa berapa upahmu yang engkau peroleh atas pekerjaanmu itu? Dulu engkau terangkan tentang agama baru, kini engkau perintah untuk zakat. Sungguh engkau telah pandai membohongi aku.”

Jawab Nabi Musa: “Aku tidak memaksamu! tapi ingatlah bahawa seksamu amat pedih nanti di akhirat.”

Kemudian Qarun menjawab: “Masalah zakat dan harta itu urusanku dan mengapa engkau menakut-nakuti aku dengan ancaman?”

Nabi Musa diam, sedih hatinya, namun ia tetap sabar bahkan berdoa kepada Allah agar si Qarun itu hatinya menjadi sabar seraya berkata dalam hatinya: “Ya Allah, ampunilah Qarun anak bapa saudaraku.”

Kemudian Qarun berkata lagi: “Baiklah Musa, aku merasa kasihan padamu dan engkau adalah saudara sepupu aku, maka aku akan mengeluarkan zakat, tapi dengan caraku sendiri yang akan mengambil sebahagian dari hartaku dan aku sendiri yang akan membahagikannya.

Nabi Musa berkata: “Alhamdulillah, semoga Allah menggantikan hartamu itu dengan berlipat ganda.”

Setelah Nabi Musa as meninggalkan Qarun, kemudian segera hadir dan berkata di hadapan orang ramai:
“Wahai saudara-saudaraku, ketahuilah, bahawa Musa itu iri hati terhadapku, zakat sebenarnya hanya untuk menutup apa yang tersembunyi di dalam hatinya, ia ingin mempunyai harta yang banyak dengan cara mewajibkan zakat. Sebenarnya Musa lah orang yang ingkar dari ajaran Allah, janganlah kalian percaya terhadap Musa. Dan dengarlah berita gembira dariku bahawa hari ini aku akan membahagikan sebahagian harta kepada kalian. Tapi ingat, hendaklah kalian menjauhi ajaran Musa dan percaya serta mengikuti aku.”

Mendengar ucapan Qarun itu, disambut oleh orang ramai dengan tepuk tangan menandakan kegembiraan serta menaruh kepercayaan penuh kepada Qarun.

Kemudian Qarun berkata lagi: “Barangsiapa yang patuh dan percaya padaku, maka ia akan mendapat bahagian harta dariku, maka untuk itu mulai sekarang jauhlah semua ajaran Musa dan ikutilah aku agar kalian senang dan bahagia.”

Akibat ucapan Qarun, maka ramai orang yang tidak beriman kepada Allah terpengaruh oleh kata-kata Qarun, mereka berlumba mendekati si Qarun dengan cara memuji, menyanjung untuk menyenangkan hatinya agar mendapat hartanya dan Qarun pun menjadi lupa daratan ia semakin tambah angkuh dan sombong. Di samping itu Qarun pun berusaha dengan berbagai macam cara untuk memburuk-burukkan Nabi Musa.

Pada suatu hari Qarun memanggil seorang pelacur kemudian ia diberi wang sebesar seribu dinar, dengan syarat harus mengaku di depan umum bahawa engkau telah berbuat zina dengan Musa; Maka pada suatu hari Qarun mengumpulkan orang-orang dari segala penjuru kota untuk mendengarkan ceramah atau nasihat dari Nabi Musa. Akan tetapi tujuan yang sebenarnya bahawa pertemuan itu adalah sebagai perangkap untuk menjatuhkan Nabi Musa di depan orang ramai.

Maka diundangnya Nabi Musa kemudian berbicara dan memberikan nasihat di atas mimbar, beliau berkata: “Hadirin sekalian barangsiapa di antara kamu ada yang mencuri, maka akan kupotong tangannya dan barangsiapa yang berzina akan kami rejam dia sekalipun aku sendiri yang berbuat.”

Tiba-tiba Qarun berkata: “Hai Musa, jika demikian engkau sendiri yang harus direjam dan orang-orang telah menuduh engkau telah berzina dengan seorang pelacur.”

Mendengar ucapan demikian Nabi Musa menjadi terkejut. Kemudian pelacur itu dipanggil berdiri di hadapan Nabi Musa, lalu Nabi Musa berkata: Demi Allah yang telah menciptakanmu dan menciptakan langit dan bumi serta menurunkan kitab Taurat, katakanlah yang sebenarnya apa yang pernah kuperbuat terhadap dirimu.”

Pelacur itu menjawab: “Wahai Nabi, engkau bersih dan bebas dari tuduhan mereka. Sesungguhnya ini adalah perbuatan Qarun untuk menjatuhkan engkau dan menuduh engkau sehingga aku diberi upah sebesar seribu dinar. Tapi aku takut kepada Allah untuk melakukan jahat itu.”

Mendengar kata-kata perempuan itu, lemaslah tubuh Musa beliau menangis dan berdoa: “Ya Allah, jika benar aku ini hamba-Mu, maka tolonglah aku.”

Kemudian turunlah wahyu Allah: “Hai Musa, Kami telah jadikan bumi ini tunduk pada perintahmu, maka perintahkanlah sesukamu.”

Lalu Nabi Musa datang menghampiri,Qarun, memperingatkan kepadanya agar segera bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Akan tetapi Qarun menjawab, bahawa tidak percaya dan tidak takut kepada azab Allah. Kemudian Nabi Musa berkata dan menyeru kepada orang ramai, beliau berkata: “Hai hadirin sekalian, barangsiapa bersama Qarun maka tetaplah di tempatnya. Dan barangsiapa bersamaku hendaklah meninggalkan tempat ini.

Maka orang-orang yang beriman kepada Allah mengikuti ajaran Nabi Musa as. segera pergi meninggalkan tempat itu. Sedangkan mereka yang mengikuti si Qarun tetap tinggal di tempat itu dengan sifat kesombongannya.

Kemudian Nabi Musa as. berdoa kepada Allah sambil memukulkan tongkatnya ke atas tanah, ia berkata: “Dengan Nama Allah, hai bumi telanlah Qarun dan pengikutnya serta semua harta bendanya.”

Apa yang terjadi, tiba-tiba tanah itu terbelah, Qarun dan para pengikutnya berserta semua harta bendanya terbenam ke dalam bumi. Saat itu tidaklah ada yang memberikan pertolongan baik dari para pembantu dan harta kekayaannya dan tidak seorang dari manapun yang ingin memberikan pertolongan. Demikianlah azab Allah terhadap mereka.

Melihat kejadian yang hebat itu, maka orang-orang yang hidupnya sengsara dan miskin yang mengikuti ajaran Nabi Musa sama-sama menyesali atas keinginan mereka untuk menjadi kaya seperti Qarun akhirnya ditelan bumi.
Dengan datangnya azab Allah itu, maka tamatlah riwayat Qarun yang sebelumnya ia hidup mewah, senang dengan harta yang berlimpah ruah, sehingga ia menjadi sombong dan takabur itu dengan hanya sekelip mata oleh kekuasaan Allah, ia tidaklah dapat berbuat apa-apa.

--------------------------------------------------------------------------------------------

Insan yang Zalim & Angkuh
Kezaliman Syadad Bin 'Aad

Dikisahkan bahawa ‘Aad mempunyai dua orang putera, yang pertama bernama Syadid dan yang kedua bernama Syadad. Syadad adalah orang yang suka membaca kitab. Pada suatu ketika ia membaca tentang sifat-sifat syurga, kemudian ia berkata dalam hatinya: “Pada suatu saat nanti aku akan membuat di permukaan bumi ini suatu syurga seperti yang dijelaskan dalam kitab ini.”

Pada masa itu seluruh kerajaan berada pada kekuasaannya. Lalu ia mengajak raja-raja bawahannya untuk bermesyuarat dan berkata kepada mereka: “Aku akan membangun syurga seperti yang difirmankan Allah dalam kitab-kitab-Nya. Mereka menjawab: Hal itu terserah kepada tuan hamba, kerajaan ini kepunyaan tuan hamba.”

Kemudian ia memerintahkan agar dikumpulkan semua emas dan perak dari Timur hingga ke Barat. Setelah itu ia berkata: “Bangunkanlah untukku syurga dalam masa tiga ratus tahun.” Maka berkumpullah segala macam bentuk tukang bangunan. Maka dipilihlah tiga ratus di antara mereka setiap seorang dari tukang tersebut memimpin sebanyak seribu anak buah.

Mereka mengelilingi bumi selama sepuluh tahun, akhirnya mereka menemukan suatu tempat yang paling baik. Ada pokok-pokok, sungai-sungai. Maka mereka pun mulai membangun syurga yang dirancangkan itu satu parsakh demi satu parsakh. Satu parsakh daripada emas dan satu parsakh daripada perak.

Setelah mereka anggap semuanya telah sempurna, lalu mereka alirkan sungai-sungai, mereka dirikan pokok-pokok yang batangnya terbuat daripada perak, cabang dan rantingnya terbuat daripada emas. Dan mereka bangun istana-istana dari mirah delima, dengan dihiasi berbagai permata, seperti intan, berlian dan lain-lain. Kemudian mereka sirami dengan minyak yang paling wangi. Setelah itu baru mereka memberitahukannya kepada Syadad.

Syadad pun bersiap-siap untuk ke sana. Keberangkatan mereka itu selama sepuluh tahun perjalanan. Untuk mewujudkan keinginan Syadad tersebut, raja-raja dan para pembantu mereka telah mengambil emas dan perak daripada rakyat dengan cara paksaan. Sehingga tidak tertinggal sedikit pun emas dan perak daripada rakyatnya, melainkan yang masih ada pada leher seorang anak, yang beratnya kira-kira satu dirham.

Ketika mereka ingin merampasnya, maka anak itu berkata: “Janganlah tuan ambil emasku ini.” Akan tetapi mereka berusaha untuk mengambilnya, dan mereka berkata: “Kami diperintahkan oleh raja untuk mengambilnya.” Lalu emas yang sedikit itu mereka paksa mengambilnya daripada leher anak kecil itu.

Maka anak tersebut mengangkat tangan, sambil berdoa: “Wahai Tuhanku, Engkau Maha mengetahui tentang apa yang telah dilakukan oleh orang yang zalim ini terhadap hamba-hamba-Mu yang lemah. Maka tolonglah kami, wahai Zat yang menolong kepada orang-orang yang meminta pertolongan.”

Semua malaikat mengaminkan doa anak tersebut. Kemudian Allah SWT mengutus Jibril as. Ketika itu rombongan Syadad telah sampai dekat syurga yang mereka buat. Akan tetapi tiba-tiba Jibril memekik dengan suara yang sangat keras dari atas langit. Maka dalam masa yang singkat mereka semuanya mati, sebelum sempat memasuki syurga tersebut. Firman Allah SWT: “Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun daripada mereka atau kamu dengar suara mereka samar-samar?” (Maryam: 98)

--------------------------------------------------------------------------------------------

Tewasnya Panglima Patrick Gregorius yang Angkuh


Dengan keberanian dan kepandaiannya, pasukan Islam di bawah pimpinan Abdullah bin Sarrah dapat menawan semula Bandar Tripoli dari tentera Rum setelah bertempur dari bandar ke bandar. Pasukan besar Rum di bawah pimpinan Patrick Gregorius berundur dan dikejar terus oleh pasukan Islam hingga akhirnya masuk ke dalam kota benteng Safetula yang terkenal sangat kekukuhannya. Pasukan Islam tidak dapat menembusi benteng pertahanan itu, sebaliknya hanya dapat mengepung benteng itu sambil menunggu datangnya bantuan dari Madinah. Selama pengepungan, kedua-dua belah pihak hanya saling serang menyerang dengan panah sahaja.

Khalifah Usman bin Affan menghantar bantuan tentera dari Madinah dengan dipimpin oleh panglima muda Abdullah bin Zubair putera Zubair bin Awwam. Sebaik saja pasukan bantuan itu tiba di Tripoli, mereka disambut dengan laungan takbir ‘Allahu Akbar’ yang membuat pasukan Rum bimbang. Mereka menjangka pasukan Islam telah bertambah berkali ganda.

Pihak musuh merasa takut, kerana tanpa bantuan tentera Islam berjaya mengundurkan tentera Rum. Apa akan jadi kalau tentera tambahan datang.

Panglima Patrick Gregorius sangat panik memikirkan apa yang akan terjadi pada diri dan tenteranya. Kini ia cuba menggunakan taktik kotor apacara sekalipun untuk menghancurkan pasukan Islam, sekalipun cara itu sebagai pengecut dan licik.

Gregorius mengeluarkan maklumat kepada orang ramai: “Barangsiapa yang dapat membunuh Abdullah bin Sarrah Panglima perang pasukan Islam akan diberi ganjaran 100,000 dinar dan akan dikahwinkan dengan anak perempuan Gregorius yang terkenal dengan kecantikannya.”

Iklan ini bukan sahaja membuat setiap pasukan Rum menjadi ghairah dan bersemangat tinggi, tapi juga telah menjalar kepada pasukan Islam yang menjadi bingung kerananya. Akibat daripada tersiarnya berita ini, panglima Abdullah bin Sarrah khuatir dan jarang keluar dari perkhemahannya untuk memimpin terus pasukannya.
Abdullah bin Sarrah khuatir akan keselamatan dirinya. Seolah-olah ia kurang percaya kepada pasukannya sendiri.

Dalam keadaan menggelisahkan ini, panglima Abdullah bin Zubair mendapat akal untuk menandingi taktik Gregorius itu. Cadangan itu disampaikannya kepada panglima Abdullah bin Sarrah. Cadangan itu ialah “Barangsiapa yang dapat membunuh Panglima Patrick Gregorius akan mendapat ganjaran 100,000 dinar dan akan dikahwinkan dengan puterinya yang cantik jelita.”

Cadangan ini dipersetujui oleh panglima Abdullah bin Sarrah. Walaupun sebenarnya pasukan Islam tidak mempunyai wang sebanyak itu. Memang perang adalah strategi. Kalau tidak pandai membuat tipu helah, tentu akan musnah kena perangkap musuh. Pengumuman itu diseludupkan masuk ke dalam benteng Sufetula oleh pasukan-pasukan pemanah dan tersebar luas di kalangan pasukan Rum.

Perang nafsu wang ini telah membuat Gregorius runsing dan khuatir akan keselamatan dirinya. Ia sentiasa menyembunyikan diri dari memberi arahan terus kepada perajuritnya. Seluruh benteng hangat dengan isu maklumat dan janji dari panglima Abdullah bin Sarrah. Ramai pasukan yang gelisah dan khuatir panglimanya akan mati oleh tindakan orang yang khianat.

Dalam suasana runcing, di dalam saat itulah Panglima Perang Abdullah bin Sarrah mengerahkan pasukan Islam untuk mengadakan serangan besar-besaran dari semua penjuru. Tentera-tentera berani mati menyerbu dengan disertai pekikan ‘Allahu Akbar’. Mereka menggunakan alat penebuk, pelontar dan pemanjat untuk membuka pintu benteng. Beberapa pasukan berjaya memanjat dinding benteng dan membuka pintunya. Di antaranya ialah Abdullah bin Zubair. Apabila pintu dapat dibuka, pasukan Islam masuk mencurah-curah sambil melaungkan takbir.

Kuda-kuda Arab yang ditunggangi oleh pahlawan-pahlawan handal melompat ke merata-rata tempat sambil memijak tubuh-tubuh musuh yang rebah. Panglima pasukan Rum Patrick Gregorius bertempur dengan semangat tinggi di atas kudanya yang didampingi oleh puterinya yang cantik jelita. Puterinya juga handal bermain pedang dan menunggang kuda. Ia menarik tali kekang kudanya sambil menetak setiap musuh yang cuba menyerang ayahnya. Panglima Abdullah bin Zubair mengejar Gregorius dan terjadilah permainan pedang yang seru antara dua panglima itu. Namun kehandalan panglima muda Abdullah bin Zubair itu tidak dapat dikalahkan dan Gregorius jatuh tersungkur dengan bermandikan darah.

Puterinya yang terkenal cantik jelita yang dijadikan pertaruhan oleh Gregorius tidak berhasil menyelamatkan nyawa ayahnya walaupun ia telah bertempur mati-matian. Akhirnya puteri jelita itu dapat ditawan oleh Abdullah bin Zubair.
Dengan tewasnya panglima Patrick Gregorius, maka bandar Sufetula yang terkenal makmur dan indah itu jatuh ke tangan umat Islam. Umat Islam memperolehi harta rampasan yang sangat banyak dalam peperangan ini setelah melakukan pengepungan selama 15 bulan.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Selingkar Kisah Taubat
Taubat Si Penabur Fitnah


Saat bin Abi Waqash pernah diangkat sebagai Amir di kota Kufah. Dia telah menjalankan pemerintahan dengan bijak, adil dan baik. Walaupun demikian ada di kalangan manusia yang tidak suka kepadanya telah menabur fitnah dan mengadu kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra.

Untuk mengetahui dari perkara yang sebenarnya, Khalifah telah menghantar seorang penyiasat ke Kufah. Orang ini pergi dari satu masjid ke masjid lainnya untuk menanyakan hal Saad kepada rakyat Kufah. Semua orang yang ditanya, tidak ada yang mengatakan sesuatu tentang Saad kecuali baik.

Pada akhirnya utusan Khalifah sampai ke sebuah masjid yang di situ terdapat seorang lelaki yang dikenali sebagai Abu Saadah. Lelaki ini mengatakan bahawa Saad bin Abi Waqash tidak membahagi secara adil, tidak ikut ke medan pertempuran dan tidak adil dalam memutuskan sesuatu perkara.

Apabila Saad mendengar tentang fitnah yang ditaburkan oleh lelaki itu, dia berdoa kepada Allah SWT. “Ya Allah, jika sekiranya orang itu berkata dengan bohong, maka panjangkanlah usianya, panjangkan kefakirannya dan timpakan beberapa fitnah kepadanya.”

Ibnu Umair yang menceritakan kisah ini berkata: “Aku melihat lelaki itu dalam keadaan yang sangat tua sehingga bulu alisnya sampai menutup matanya kerana ketuaan. Hidupnya dalam keadaan fakir.”

Bila dikatakan kepadanya: “Bagaimanakah keadaanmu?”

Dia menjawab: “Aku telah menjadi orang yang terlalu tua dan menderita. Aku telah terkena doa Saad, oleh kerana itu, aku bertaubat kepada Allah, untuk tidak mengulangi lagi perbuatanku yang suka memfitnah itu.”

-------------------------------------------------------------------------------------------

Taubat Para Askar

Pada suatu hari Syeikh Baqan sedang berada di tepi sungai. Tiba-tiba sebuah perahu yang memuat sekumpulan tentera lalu di sungai itu. Di dalam perahu tersebut banyak terdapat arak dan benda-benda terlarang lainnya. Syeikh yang berada di tebing sungai tahu akan barang-barang terlarang yang ada di dalam perahu itu dengan kasyafnya.

“Wahai pahlawan! Bertakwalah kamu kepada Allah dan naiklah engkau ke darat!” teriak Syeikh Baqan.

Akan tetapi orang-orang yang ada di dalam perahu itu tidak memperdulikan seruan itu, bahkan menoleh pun tidak.
Melihat kedegilan mereka, Syeikh Baqan berseru kepada sungai: “Wahai sungai yang tunduk kepada Allah! Berilah pembalasan terhadap orang-orang jahat itu.”

Tiba-tiba air sungai bergelora menghempas perahu mereka sehingga hampir saja karam. Pada saat itu mereka memohon maaf kepada Syeikh Baqan dan menyatakan taubatnya. Mereka betul-betul menyesal dan air sungai kembali tenang seperti sebelumnya sehingga mereka turun dengan selamat. Sejak itulah mereka sering berziarah ke rumah Syeikh Baqan.

-------------------------------------------------------------------------------------------

Taubat Seorang Pegawai Tinggi

Sari As-Saqati bercerita bahawa pada suatu hari dia sedang memberi arahan di sebuah masjid jamik. Tiba-tiba datang seorang pemuda dengan pakaian yang mewah dan dikawal oleh beberapa orang pengiring. Dia duduk di masjid itu dan mendengarkan syarahan. Ketika itu Sari berkata: “Adalah suatu keajaiban bagi orang yang sangat lemah berani menentang orang yang sangat kuat.”

Wajah si pemuda berubah sebaik saja mendengar ucapan Sari, dan terus pulang. Keesokan harinya Sari mengajar lagi sebagaimana biasa. Pemuda yang semalam datang dengan berpakaian mewah, sekarang hanya memakai pakaian biasa dan tanpa pengawal.

“Wahai tuan guru! Apakah maksud perkataan tuan yang semalam itu?” tanya orang muda itu kepada Sari.

“Tidak ada yang lebih kuat selain Allah, dan tidak ada yang lebih lemah selain manusia. Akan tetapi manusia berani menentang Allah dengan bermaksiat kepadaNya. Bukankah itu suatu keajaiban?” Jawab Sari.

Pemuda itu tertunduk mengingatkan dosa-dosa yang telah dilakukannya, kemudian dia pulang dengan seribu tanda tanya di hatinya, apakah Allah mahu mengampunkan dosa-dosa yang pernah dilakukannya itu? Apakah Allah akan menerima taubatnya? Keesokan harinya dia telah datang lagi kepada Sari.

“Wahai tuan Sari! Tunjukkan kepada saya jalan menuju Allah,” kata pemuda itu.

“Ada dua cara untuk sampai kepada Allah. Yang pertama dengan mengerjakan semua yang terkandung di dalam Al-Quran, yakni solat, zakat, puasa, haji dan lain-lain pekerjaan. Yang kedua dengan cara meninggalkan segala-galanya selain Allah, kemudian dia tidak tinggal melainkan hanya di masjid atau di tempat-tempat yang sunyi dengan menghabiskan masa untuk beribadah kepada Allah.”

“Kalau begitu, aku tidak akan menempuh melainkan jalan yang lebih dekat,” kata pemuda itu.

Selepas berkata demikian, pemuda itupun keluar menuju padang pasir dan menghabiskan masanya untuk beribadah kepada Allah serta memohon ampun atas segala dosa yang pernah ia lakukan.

Beberapa hari kemudian orang-orang dari istana sibuk mencari Setiausaha Kerajaan yang tidak pulang ke istana. Orang yang mengetahui dia mendengarkan syarahan Sari As-Saqati, datang dan bertanya kepadanya.

“Tuan guru Sari tahukah tuan kemana perginya pemuda yang datang ke sini beberapa hari yang lalu?”

“Aku tidak tahu, melainkan ada seorang pemuda sifatnya begini dan begitu,” jawab Sari.

“Dia itulah Ahmad bin Yazid, Setiausaha Kerajaan ini,” jawab mereka.

Sari As-Saqati menerangkan bahawa si pemuda telah memilih jalan pintas menuju Allah. Dia sekarang tengah beribadah, diharap pihak istana jangan risau.

Sementara ibu si pemuda itu agak kecewa kerana gara-gara Sari As-Saqati anaknya telah meninggalkan jawatannya sebagai orang kanan kerajaan dan menjadi seorang sufi.

Apabila pemuda itu datang, Sari segera memberitahukan kepada keluarganya. Merekapun datang. Si ibu menangis melihat keadaan anaknya yang hidup glamour itu tiba-tiba memakai baju kasar dan buruk sebagaimana biasanya seorang sufi. Mereka cuba memujuk si pemuda agar meneruskan pekerjaannya lagi, namun dia sudah tidak mahu.

“Engkau telah tergamak membuatku menjadi janda dan anak kita menjadi yatim padahal engkau masih hidup,” kata isteri lelaki itu. “Bawalah anak ini ke mana engkau pergi.”

Lelaki itu lalu menanggalkan pakaian mewah anaknya dan ditukarnya dengan pakaian kasar seperti seorang darwisy. Melihat itu, si ibu langsung menyambar anaknya dan menanggalkan baju kasar di badannya, lalu digantikannya dengan baju istana. Kemudian mereka meninggalkan Setiausaha Kerajaan yang telah menjadi Darwisy itu masuk ke hutan belantara.

Beberapa hari kemudian ada orang datang kepada Sari memberitahukan bahawa bekas Setiusaha Kerajaan itu sedang terbaring di atas tanah perkuburan dan meminta tuan guru Sari agar datang ke sana. Sesampainya di sana, Sari mendapati pemuda itu sedang nazak di atas tanah.

“Tuan datang agak lambat,” kata pemuda itu kepada Sari. Selepas menyebut Kalimah Tauhid, pemuda itupun meninggal dunia.

Sari As-Saqati segera pulang untuk memberitahukan orang ramai dan mengambil alat-alat pengkebumian, tapi sesampainya di tengah jalan dia telah berjumpa dengan orang ramai lengkap membawa alat-alat untuk penyelenggaraan jenazah. Mereka mendakwa telah mendengar suara bahawa Setiusaha Kerajaan telah meninggal dunia sebagai hamba yang dicintai Allah.

--------------------------------------------------------------------------------------------

Taubat Gabenor yang Zalim

Diceritakan bahawa di masa hidup Sayyidah Nafisah ada seorang gabenor zalim yang suka menyeksa rakyatnya tanpa alasan yang munasabah. Suatu hari dia telah memerintahkan kepada beberapa orang pegawainya agar menangkap seorang yang dikehendaki untuk diseksanya.

Mendengar dirinya akan ditangkap, orang yang dikehendaki itu lari ke rumah Sayyidah Nafisah minta perlindungan dan ja-minan. Bagaimanapun petugas gabenor dapat mengesannya. Orang yang dikehendaki ketakutan apabila petugas gabenor datang untuk menangkapnya.

“Insya Allah setelah engkau menghadapnya, engkau akan dibebaskan. Pergilah jangan takut, semoga Allah akan menghijab kamu dari penglihatan orang-orang yang zalim,” kata Sayyidah Nafisah kepada orang yang akan dizalimi.

Maka pergilah lelaki itu bersama orang-orang gabenor yang zalim sehingga sampai di istana. Para petugas yang mengawalnya membawa lelaki itu ke hadapan gabenor yang sedang duduk di balai penghadapan.

“Mana orang yang saya suruh tangkap itu?” tanya gabenor kepada para petugas.

“Yang berdiri di hadapanmu itulah,” jawab mereka.

“Betul Mana? Aku tidak nampakpun,” kata gabenor kebingungan.

“Ini dia tuan, takkan tidak nampak,” kata mereka lagi.

“Sungguh aku tidak melihatnya,” kata si gabenor. “Pelik betul, apa yang terjadi dengan dia?”

Sebelum dibawa ke sini, dia telah pergi ke rumah Sayyidah Nafisah dan memohon doa. Lalu beliau berdoa: “Semoga Allah menghijab kamu dari penglihatan orang-orang yang zalim.” Kata para petugas memberikan keterangan.

“Masya Allah kalau begitu aku memang zalim. Apakan jadi kalau semua orang yang teraniaya dihijab oleh Allah dari penglihatanku?” kata gabenor. “Ya Allah, ya Tuhanku! Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu.”

Gabenor kelihatan sangat menyesal dan takut, lalu dibukanya tutup kepalanya. Kerana dia telah betul-betul bertaubat, tiba-tiba dia melihat lelaki yang dikehendakinya berdiri tegap di hadapannya. Dia meminta maaf dan mengecup kepala lelaki itu. Lalu dikeluarkannya beberapa helai baju yang bagus dan sejumlah wang dan diberikannya kepada lelaki itu sebagai rasa syukurnya. Selepas itu gabenor yang telah bertaubat itu mengeluarkan sejumlah hartanya lagi dan disedekahkannya kepada fakir miskin. Dia juga mengantar utusan kepada Sayyidah Nafisah dengan membawa wang seratus ribu dirham untuk diberikan kepada beliau.

Wang itu diterima oleh Sayyidah Nafisah lalu dibukanya ketika itu dan dibahagi-bahagikan kepada orang lain yang memerlukannya sehingga habis.

“Wahai Sayyidah Nafisah! Seandainya engkau tinggalkan sedikit wang untuk membeli buka puasa kita, kan baik,” kata perempuan-perempuan sufi yang ada di sekitarnya.

“Ambillah benang yang telah kupintal dengan tanganku sendiri dan jual. Hasilnya belikan makanan untuk buka kita.” Kata Sayyidah.

Pergilah perempuan itu menjual benang hasil pintalan tangan Sayyidah Nafisah yang mulia itu, dan hasilnya dibelikan makanan untuk berbuka puasa mereka. Dengan demikian, Sayyidah Nafisah tidak mengambil sedikitpun wang yang diberikan oleh gabenor.

------------------------------------------------------------------------------------------------

Cabaran & Doa Demi Kebenaran

Hutait Az-Zayyat Mencabar Khalifah


Setelah Khalifah Abdul Malik bin Marwan melantik Al-Hajjaj bin Yusuf menjadi Gabenor di Iraq dan Iran. Banyak kisah ngeri dan dahsyat berkenaan kekejaman Hajjaj berlaku semasa pemerintahannya. Dia tidak segan-segan membelasah dan membunuh lawan-lawan politiknya dengan bengis dan kejam.

Ramai umat Islam bertekuk lutut kerana takut, walaupun hati mereka membara dengan kebencian terhadap Hajjaj. Ada juga yang berani terhadap Hajjaj walaupun mereka sedar akan menghadapi keganasannya. Tali barut Hajjaj bertebaran di merata-rata tempat untuk merisik orang-orang yang dicurigai sebagai anti kerajaan.


Hutait disoal siasat
Seorang pemuda yang berumur 18 tahun telah disoal siasat oleh kakitangan Hajjaj kerana didapati memprotes tindakan Hajjaj. Pemuda tersebut, Hutait Az-Zayyat, dihadapkan kepada Hajjaj.

“Engkau rupanya yang bernama Hutait itu,” tanya Hajjaj dengan kasar dan bengis.

“Ya!” jawab Hutait dengan berani sambil meneruskan, “Tuan boleh bertanya kepada saya apa-apa yang tidak tuan ketahui.” Mendengar itu muka Hajjaj menjadi merah. Darahnya melonjak naik mendengar cabaran yang sehebat itu.

Sementara itu Hutait terus berbicara seakan-akan memberi syarahan kepada Hajjaj tanpa menghiraukan keselamatan dirinya lagi.

“Aku,” kata Hutait, “telah berjanji kepada Allah ketika aku berada di Makam Ibrahim akan tiga perkara. Pertama, kalau aku ditanya, aku akan menjawab dengan benar. Kedua, kalau aku mendapati bahaya, aku akan bersabar. Ketiga, kalau aku dikurniakan kesihatan, aku akan bersyukur.”

“Baik, sekarang apa pendapatmu mengenai diriku,” kata Hajjaj sambil membusungkan dadanya dengan angkuh.

“Boleh,” sahut Hutait, “aku akan mengatakan yang sebenarnya. Engkau adalah termasuk musuh Allah di muka bumi ini. Engkau telah membinasakan segala kehormatan. Dan engkau telah membunuh orang semata-mata kerana tuduhan yang tidak berasas.”

Muka Hajjaj bertambah merah mendengar perkataan yang begitu berani. Namun sebelum menjatuhkan hukuman, Hajjaj masih sempat bertanya lagi kepada Hutait. “Apa pendapatmu mengenai Khalifah Abdul Malik bin Marwan?”

“Aku akan mengatakan yang sebenarnya juga bahawa dia lebih besar dosanya daripada engkau. Dan sesungguhnya engkau itu suatu kesalahan dari kesalahan-kesalahannya.”

“Berhenti!” Hajjaj membentak dengan suara keras sambil mengarahkan tukang pukulnya untuk menyeksa Hutait.

Tanpa diberi kesempatan membela diri, Hutait diseret dengan kejamnya ke tempat penyeksaan. Hutait dibelasah dengan teruk sekali. Mula-mula diterajang hingga tubuhnya rebah ke tanah. Setelah itu dipukul berulang kali sehingga tulang punggungnya patah. Penyeksaan seperti ini dilakukan ke atas Hutait setiap hari. Setiap hari pula Hutait merintih kesakitan dan menggelepar. Sehingga pada suatu hari kerana teruknya pukulan, tulang punggung Hutait tercabut. Kemudian mereka mengikat tulang punggung itu dan menariknya walaupun Hutait sudah tidak sedarkan diri lagi.


Seteguk air
Apabila diyakini bahawa nafas Hutait tidak akan bertahan lebih lama lagi, laporan dibuat kepada Hajjaj bahawa Hutait sudah hampir mati.

“Seret keluar dari bilik tahanan dan campakkan ke pasar!” Hajjaj memerintahkan.

Tubuh mulia yang sudah tidak berdaya itu ditarik dan dicampakkan ke pasar. Hutait masih belum wafat walaupun nyawanya sudah tinggal nyawa-nyawa ikan. Beberapa sahabatnya mendekati tubuh yang lemah itu sambil berkata: “Adakah engkau memerlukan sesuatu?”

“Seteguk air,” jawab Hutait. Lalu mereka memberikannya air. Setelah minum beberapa teguk, Hutait pun wafat.

Semoga Allah s.w.t. mencucuri rahmat ke atas roh yang mulia, yang syahid hasil kekejaman Hajjaj.

------------------------------------------------------------------------------------------------

Abu Hasan Bin Bisyir Membunuh dengan Pedang Malam

Pada zaman Abu Hassan bin Bisyir, ada seorang pegawai kerajaan yang zalim. Pada suatu ketika ia sedang duduk istirehat di dalam rumah besarnya, di tepi pantai sambil menikmati berbagai hidangan lazat dan minuman keras.


Gemuruh suara al-Qur’an
Perilaku pegawai itu menyebabkan Abu Hassan mengumpul pengikut-pengikutnya. Mereka pun berkerumun di depan rumah besar itu, dan serentak mengumandangkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan suara yang tinggi.

Mendengar gemuruh suara mereka yang mengumandangkan Al-Qur’an itu, keluarlah seorang pengawal dari rumah besar itu seraya bertanya:
“Mengapa kamu berkumpul di sini. Kamu telah mengganggu kami.”

Abu Hassan bin Bisyir menjawab: “Katakanlah kepada majikanmu, jangan melakukan kemungkaran atau mencuba melakukannya secara terang-terangan. Kalau dia tidak mahu tunduk kepada permintaan kami ini, kami akan bunuh dia!”

Dengan segera pengawal itu masuk, menyampaikan pesan itu kepada majikannya. Pegawai itu pun berkata:
“Bagaimana mungkin mereka dapat membunuhku. Aku dikawal oleh pasukan yang kuat lagi gagah berani. Lagi pun tenteraku ramai.”


Pedang malam
Kata-kata pegawai itu disampaikan pengawalnya kepada jemaah Abu Hassan. Kata pengawal itu:
“Bagaimana kamu akan membunuh majikanku. Dia seorang pegawai yang dikawal pasukan yang kuat, berani dan ramai bilangannya.”

Abu Hassan menjawab: “Kami akan membunuh dia dengan Pedang Malam.”

Pengawal itu bertanya: “Apakah pedang malam itu?”

Abu Hassan menjawab: “Kami akan berdoa kepada Allah dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi.”

Pengawal itu pun menyampaikan jawapan Abu Hassan kepada majikannya. Pegawai itu gementar. Dia pun segera meninggalkan perbuatan mungkarnya seraya berkata:
“Kalau memang itu senjata yang digunakan untuk membunuhku, tak ada lagi kekuatan untuk menangkisnya.”

Pegawai itu segera menyedari kesalahannya selama ini dan kembali ke jalan yang benar. Keberanian Abu Hassan menyampaikan yang haq telah menyebabkan pegawai itu bertaubat.

---------------------------------------------------------------------------------------------

Imam Nawawi Rela Dihukum Demi Kebenaran

Apabila kerajaan Mongol (Tartar) melanggar negeri-negeri Islam, maka terjadilah peperangan yang dahsyat. Ummat Islam bertahan mati-matian demi menjaga maruah agama. Di sana sini ratusan nyawa ummat Islam bergelimpangan hasil pertumpahan darah yang tidak henti-henti.

Kerajaan Mamalik yang sedang diserang oleh tentera Tartar itu sampai kehabisan wang membiayai peperangan. Perbendaharaan kerajaan telah kosong. Untuk memperolehi kewangan yang sudah sangat mendesak, Sultan al-Malikul Zahir bercadang untuk mengutip derma dari semua lapisan rakyat. Hanya itulah satu-satunya jalan yang boleh dilaksanakan dengan segera. Agar program itu tidak menimbulkan keresahan dan protes dari rakyat, maka perlulah mendapat sokongan padu dan restu dari para ulama.

Sultan pun meminta fatwa dari ulama-ulama terkemuka di seluruh negara. Para ulama akhirnya mengeluarkan fatwa, mengutip derma dari rakyat hukumnya harus atau dibolehkan.

---------------------------------------------------------------------------------------------

1000 hamba abdi

Sultan berpuas hati kerana para ulama telah menyetujui cadangan membuat kutipan derma tersebut. Walaupun demikian, baginda masih belum melancarkan kutipan itu kerana seorang terbesar di negerinya, iaitu Imam Nawawi, belum menyatakan pendiriannya. Telah berkali-kali beliau meminta fatwa daripadanya, namun Imam Nawawi belum juga mengeluarkan fatwa. Padahal ulama itu menjadi ikutan majoriti ummat Islam dan rujukan ulama-ulama lainnya.

Adapun Imam Nawawi tidak mudah mengeluarkan fatwa sebelum mengkaji selidik keadaan negara dan istana terlebih dahulu. Setelah beberapa kali didesak, akhirnya Imam Nawawi memberikan jawapan kepada baginda. Kata Imam Nawawi: “Saya memang sudah tahu bahawa tuanku dahulunya adalah seorang tawanan, tidak mempunyai sebarang harta, tetapi berkat pertolongan dan rahmat Allah yang dilimpahkannya kepada tuanku, maka jadilah tuanku seorang raja yang berkuasa. Saya juga mendengar bahawa tuanku juga mempunyai hamba abdi seramai 1,000 orang. Tiap-tiap seorang dari hamba itu mempunyai seketul emas. Di samping itu pula saya mendengar tuanku memiliki jariah seramai 200 orang yang setiap orang memakai barang-barang kemas dan perhiasan yang sangat berharga dan mahal. Sekiranya tuanku sendiri membelanjakan semua harta itu untuk keperluan perang hingga mereka tidak mempunyai lagi barang-barang itu, maka ketika itu saya bersedia memberikan fatwa untuk membolehkan tuanku mengutip harta rakyat”.

Raja merah padam mukanya mendengar pendapat Imam Nawawi yang ternyata bercanggah dengan kehendaknya dan bercanggah pula dengan fatwa ulama-ulama lainnya.


Kepergian Imam Nawawi
Beliau sangat murka kepada Imam Nawawi kerana menghalang rancangannya. Justeru Imam Nawawi dianggap berbahaya, beliau memberi kata dua kepada beliau, iaitu keluar dari negerinya atau menghadapi hukuman yang berat. Imam Nawawi memilih untuk meninggalkan kota Damsyik tanpa rayuan lagi.

Apabila para ulama yang lain mengetahui perkara itu, mereka menyesal kerana telah mengeluarkan fatwa secara terburu-buru. Rakyat dan para ulama merasa kehilangan besar atas kepergian Imam Nawawi, kerana beliau merupakan pakar rujuk bagi para ulama.

Berkali-kali orang ramai dan para ulama memohon kepada Imam Nawawi agar segera balik semula ke negerinya, namun beliau tetap tegas dengan pendiriannya. Kata Imam Nawawi, “Selagi baginda masih memerintah, saya tidak akan balik”. Apabila Sultan al-Malikul Zahir telah wafat, barulah Imam Nawawi balik semula ke negerinya.

---------------------------------------------------------------------------------------------

Aib Kematian & Penggali Kubur

Dalam terik panas mentari yang memancar menyinari tanah Baitul Haram, seorang ulama zuhud yang bernama Muhammad Abdullah al-Mubarak keluar dari rumahnya untuk menunaikan ibadah haji. Di sana dia leka melihat seorang pemuda yang asyik membaca selawat dalam keadaan ihram. Malah di Padang Arafah dan di Mina pemuda tersebut hanya membasahkan lidahnya dengan selawat ke atas Nabi.

“Hai saudara,” tegur Abdullah kepada pemuda tersebut. “Setiap tempat ada bacaannya tersendiri. Kenapa saudara tidak membanyakkan doa dan solat sedangkan itu yang lebih dituntut? Saya lihat saudara asyik membaca selawat saja.”


Wajah mayat bertukar jadi himar
“Saya ada alasan tersendiri,” jawab pemuda itu. “Saya meninggalkan Khurasan, tanahair saya untuk menunaikan haji bersama ayah saya. Apabila kami sampai di Kufah, tiba-tiba ayah saya sakit kuat. Dia telah menghembuskan nafas terakhir di hadapan saya sendiri. Dengan kain sarung yang ada, saya tutup mukanya. Malangnya, apabila saya membuka semula kain tersebut, rupa ayah saya telah bertukar menjadi himar. Saya malu. Bagaimana saya mahu memberitahu orang ramai tentang kematian ayah saya sedangkan wajahnya begitu hodoh sekali?

“Saya terduduk di sisi mayat ayah saya dalam keadaan kebingungan. Akhirnya saya tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu saya melihat seorang pemuda yang tampan dan baik akhlaknya. Pemuda itu memakai tutup muka. Dia lantas membuka penutup mukanya apabila melihat saya dan berkata, “Mengapa kamu susah hati dengan apa yang telah berlaku?”

“Maka saya menjawab, “Bagaimana saya tidak susah hati sedangkan dialah orang yang paling saya sayangi?”

“Pemuda itu pun mendekati ayah saya dan mengusap wajahnya sehingga ayah saya berubah wajahnya menjadi seperti sediakala. Saya segera mendekati ayah dan melihat ada cahaya dari wajahnya seperti bulan yang baru terbit pada malam bulan purnama.

“Engkau siapa?” tanya saya kepada pemuda yang baik hati itu.

“Saya yang terpilih (Muhammad).”

“Saya lantas memegang jarinya dan berkata, “Wahai tuan, beritahulah saya, mengapa peristiwa ini boleh berlaku?”


Rahsia selawat 100 kali

“Sebenarnya ayahmu seorang pemakan harta riba. Allah telah menetapkan agar orang yang memakan harta riba akan ditukar wajahnya menjadi himar di dunia dan di akhirat. Allah telah menjatuhkan hukuman itu di dunia dan tidak di akhirat.

“Semasa hayatnya juga ayahmu seorang yang istiqamah mengamalkan selawat sebanyak seratus kali sebelum tidur. Maka ketika semua amalan umatku ditontonkan, malaikat telah memberi tahu keadaan ayahmu kepadaku. Aku telah memohon kepada Allah agar Dia mengizinkan aku memberi syafaat kepada ayahmu. Dan inilah aku datang untuk memulihkan semula keadaan ayahmu.”

---------------------------------------------------------------------------------------------

Bersama Seorang Pemuda Penggali Kubur

Diriwayatkan dari Ibnu Hubaiq: Riwayat dari ayahku yang berkata, Yusuf bin Asbath pernah bertemankan seorang pemuda dari Teluk, yang tidak pernah berbincang-bincang dengannya (Yusuf) selama sepuluh tahun. Akan tetapi, Yusuf mengetahui kerisauan dan kecemasan hati pemuda itu dan juga ketekunannya melakukan ibadat pada siang mahupun malam hari. Kepada pemuda itu Yusuf pernah berkata, “Apa sebenarnya pekerjaanmu dahulu, sehingga aku lihat dirimu selalu tertunduk menangis?”

“Dahulu aku adalah seorang penggali kubur,” jawabnya.

“Apa yang pernah kamu lihat saat berada di liang lahat?” tanya Yusuf meminta penjelasan.

“Aku melihat rata-rata muka mereka dipalingkan dari arah kiblat, kecuali beberapa orang saja,” kata pemuda itu.

“Kecuali beberapa orang saja?” tanya Yusuf dengan penuh hairan.


Sakit gara-gara cerita penggali kubur

Setelah berkata demikian, Yusuf pun gelisah dan fikirannya tidak tenteram. Oleh itu dia memerlukan ubat untuk menyembuhkan kegelisahannya.

Ibnu Hubaiq meneruskan ceritanya, “Ayahku berkata: Kami lalu memanggil doktor Sulaiman untuk mengubati Yusuf. Setelah mendapatkan perawatan yang teratur, Yusuf pun sihat kembali seperti sediakala dan dia pun berkata, “Kecuali hanya sedikit saja!” Yusuf terus-menerus mengucapkan demikian, dan lantaran itu dia mendapatkan perawatan terus agar fikirannya normal kembali.

Ketika doktor Sulaiman selesai mengubati dan hendak pulang, Yusuf berkata kepada orang-orang yang menungguinya, “Apa yang mesti kalian berikan kepada doktor itu?”

“Dia tidak mengharapkan apa-apa darimu,” jawab kami semua.

“Subhanallah! Kalian telah berani mendatangkan doktor kerajaan, akan tetapi, aku tidak memberikan sesuatu pun kepadanya,” kata Yusuf. “Berikan kepadanya wang beberapa dinar!” kata kami kepada Yusuf.

“Ambillah ini dan berikan kepadanya serta tolong beritahukan kepadanya bahawa aku tidak memiliki sesuatu pun, kecuali sekadar ini, agar dia tidak berprasangka bahawa aku ini mempunyai harga diri yang lebih rendah daripada para raja,” kata Yusuf.


Tanah yang akan kita masuki

Yusuf kemudian menyerahkan sebuah beg mengandungi wang sebanyak lima belas dinar dan diberikannya kepadaku. Selanjutnya kuserahkan wang tersebut kepada doktor Sulaiman atas pertolongannya kepada Yusuf.
Sejak peristiwa itu Yusuf akhirnya tekun menganyam tikar dari daun kurma hingga akhir hayatnya.

Dan diriwayatkan dari Hubaiq yang mengatakan: Yusuf bin Asbath pernah berkata, “Dari ayahku, aku mendapatkan harta waris berupa tanah seharga lima ratus dinar yang terletak di daerah Kufah. Akan tetapi, pada akhirnya terjadilah perselisihan di antara saudara-saudaraku, kerana itu aku meminta pendapat kepada Hasan bin Shaleh. Hasan bin Shaleh lalu berkata kepadaku, “Aku tidak ingin kamu terlibat pertentangan dengan mereka, hanya disebabkan masalah tanah yang akan kita masuki kelak.”

Demikianlah atas saranan Hasan bin Shaleh itu, maka kurelakan tanah itu kepada mereka secara ikhlas kerana Allah SWT semata sebab aku menyedari bahawa diriku adalah bahagian daripada tanah.

--------------------------------------------------------------------------------------------

Para Mujahid Pejuang Kebenaran
Hasan Al Bana Mati Ditembak


Syeikh Hasan Al-Bana dilahirkan pada tahun 1906, yang dibesarkan dalam keluarga Islam yang taat. Dengan asuhan secara Islam itulah maka ia boleh berkata: “Hanya Islamlah ayah kandungku.” Hal itu kerana rasa cintanya terhadap ajaran Islam, kerana ajaran itulah yang membentuk watak dan keperibadiannya.

Ayah kandungnya sendiri adalah Syeikh Ahmad Abdurrahman yang lebih terkenal dengan panggilan as-Sa’ati, atau si tukang jam.

Hasan Al-Bana hafal 30 Juz kitab suci Al-Quran, padahal umur beliau pada saat itu baru 20 tahun. Ketika umur yang sekian itu beliau berhasil menginsafkan Syeikh Abdul Wahab Jandrawy, Pemimpin (Syeikh) Al-Azhar University yang mempunyai pengaruh besar pada segenap lapisan masyarakat dan mempunyai hubungan yang akrab dengan berbagai pihak.

Namun Syeikh yang banyak ilmunya itu tidak mempunyai roh jihad membela rakyat dan Islam dari kezaliman Raja Farouk dan penjajah Inggeris. Kecuali Syeikh Jandrawy ini adalah seorang pemimpin Sufi yang mempunyai banyak pengikut setiap malam berzikir dan berselawat dengan nyanyian-nyanyian khusus ahli Thariqat, tetapi mereka tidak mengerti sama sekali bahawa mereka itu terkurung oleh suasana yang diliputi kejahilan dan kejumudan umat. Mereka jauh dari semangat dan keagungan Islam kerana suasana kemunduran umat yang membelenggu.

Pada tahun 1927, ketika Hasan Al-Bana baru berusia 21 tahun, beliau telah lulus dari Perguruan Darul Ulum Mesir, beliau terus mengajar di Ismailiyah. Di Ismailiyah beliau semakin mengerti suasana rakyat Mesir yang telah sempurna rosaknya. Amat nyata perbezaannya antara kehidupan bangsa Mesir yang menjadi pekerja kasar dengan rumah serta perkampungan yang buruk; dengan kehidupan orang-orang kulit putih yang menempati gedung-gedung megah dengan segala keangkuhannya. Kecuali kemiskinan dan kebodohan, rakyat juga banyak yang rosak moralnya kerana pengaruh kehidupan Barat yang sengaja direka oleh kaum penjajah untuk menghancurkan rakyat Mesir dari segi yang lain.

Dalam suasana yang demikian itulah Hasan Al-Bana mendirikan suatu jemaah yang dinamakan “Al-lkhwanul Muslimin” (Persaudaraan orang-orang Muslim) pada bulan Dzul Kaedah 1347 Hijrah (Mac 1928) yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita Sayid Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Semangat kedua beliau itulah sebagai rantai yang menyambung kepada cita yang diinginkan oleh Hasan Al-Bana beserta kawan kawannya di dalam membentuk organisasi tersebut.

Adapun khiththah gerakan lkhwanul Muslimin yang menuju cita yang diredhai Allah berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW itu melalui tahapan yakni:
1. Membentuk peribadi Muslim
2. Membentuk rumahtangga dan keluarga Islam
3. Cara hidup kampung Islam
4. Menuju kepada negeri Islam
5. Menuju kepada pemerintahan Islam.

Gerak Ikhwanul Muslimin meliputi segala bidang dakwah, mulai pendidikan terhadap anak-anak, pelajaran Al-Quran bagi orang dewasa, pendidikan keluarga, bidang sosial walaupun nampaknya sederhana sekalipun, dari kampung-kampung sampai kepada Universiti di kampus-kampus, mulai artikel sampai penerbitan buku dan majalah-majalah, sampai kepada urusan politik dalam amar makruf nahi mungkar, dan sebagainya.

Sampai kepada Muktamar Ikhwanul Muslimin yang ketiga tahun 1934, tampak tokoh-tokoh intelektual dan para ulama terkenal yang menjadi anggota dan pendukung Ikhwan, seperti Syekh Thanthawi Jauhari, seorang ahli tafsir terkenal dan Guru Besar. Kemudian Sayid Quthub, Dr. Abdul Qadir Audah, seorang Hakim terkenal, dan juga Dr. Hasan Al-Hadlaiby, dan sebagainya.

Syeikh Hasan Al-Bana bersama kawan-kawannya tidak mampu berdiam diri menghadapi kekuasaan Raja Farouk yang telah tenggelam dalam kemabukan, rasuah, dan sewenang-wenang. Perbezaan pendapat, perselisihan, dan akhirnya pertentangan dengan penguasa yang aniaya dan dibantu oleh kekejaman penjajah Inggeris tidak dapat dihindarkan.

Tentu saja penyokong Kerajaan bekerja keras untuk dapat mengawasi gerak-geri para anggota Ikhwanul Muslimin. Kaum Imperialis Inggeris pula di dalam mencelakakan Ikhwanul Muslimin mempunyai peranan yang sangat besar.

Akhirnya pada pagi hari tanggal 13 Februari 1949 beliau memanggil puteranya. Kemudian beliau bercerita kepada puteranya itu bahawa semalam beliau bermimpi merasa dikunjungi Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib berkata kepada beliau: “Wahai Hasan, kamu telah menunaikan kewajipan, semoga amalmu diterima oleh Allah.”
Kemudian pada petang harinya, beliau meninggalkan rumah bersama kawan-kawan seperjuangan pergi menunaikan tugas. Tiba-tiba beliau di tembak oleh seorang anggota Polis kakitangan Raja Farouk, dan tersungkurlah beliau di tepi jalan Kairo, dan beliau menemui syahidnya setelah sampai di hospital.

Beliau meninggal dunia kerana ditembak di pinggir jalan raya, dan tidak diketahui siapa pembunuhnya. Bahkan pembunuhnya mendapat hadiah dari Raja Farouk.

Jenazah beliau hanya disolatkan oleh ayah beliau sebagai Imam dan anak lelaki beliau sebagai makmum. Hanya dua orang. Kerana di sekeliling rumah beliau dijaga ketat oleh askar negara untuk melarang siapapun masuk rumahnya memberikan penghormatan terakhir kepada beliau.

---------------------------------------------------------------------------------------------

Al Sayyid Quthub Dihukum Gantung

Tidak lama setelah penembakan terhadap Hasan Al-Bana, terjadilah penangkapan besar-besaran terhadap anggota Ihwanul Muslimin oleh regim Nasser, yang beliau waktu itu menjawat tugas Perdana Menteri dan Ketua Dewan Revolusi Mesir. Anggota Ikhwanul Muslimin yang ditangkap ketika itu sebanyak 10,000 (sepuluh ribu) anggota dan seluruhnya dimasukkan ke dalam penjara, termasuk mereka yang berjasa dalam perang melawan Inggeris di Suez.
Baru 20 hari sejak penangkapan besar-besaran itu, terdapat 1,000 orang tahanan anggota Ikhwanul Muslimin yang mati akibat seksaan dan penganiayaan. Dan 6 (enam) orang yang dijatuhi hukuman mati.

Di antara anggota-anggota Ikhwanul Muslimin yang ditahan dalam penjara itu adalah Hakim Dr. Abdul Qadir Audah, Muhammad Faraghali, dan Sayyid Quthub. Para tahanan itu tidak sedikit yang dijatuhi hukuman penjara antara 15 tahun sampai seumur hidup, dan juga hukuman mati, dan kerja paksa memotong dan memecah batu-batu di gunung-ganang. Mereka yang membangkang mogok tidak mahu kerja paksa kemudian ditembak. Pernah kejadian yang mogok itu ditembak sekaligus 22 orang dalam penjara mereka. Kejadian itu pada tahun 1977.

Adapun Sayyid Quthub, beliau pernah dihebahkan oleh pihak lnggeris, barangsiapa yang dapat menangkapnya akan mendapat hadiah 2000 Pound Sterling.

Sayyid Quthub ini lahir pada tahun 1903 di Musha, sebuah kota kecil di Asyut, Mesir. Beliau telah hafal Al-Quran 30 Juz sejak masih anak-anak, meraih gelaran sarjana dalam tahun 1933 dari Universitas Cairo, kemudian bekerja pada Kementerian Pendidikan. Kementerian Pendidikan kemudiannya mengirim beliau untuk belajar di Amerika Syarikat selama dua tahun.

Sepulang dari Amerika Syarikat beliau ke Inggeris, Swiss, dan Itali. Sepulangnya dari luar negeri beliau kemudian menyatakan keyakinannya bahawa Mesir harus membebaskan diri dari kebudayaan asing yang negatif dan merosak keperibadian Islam serta ketimuran itu.

Beliau adalah seorang penyair dan sasterawan yang hasil karyanya diperhatikan orang. Pada tahun 1946 beliau menulis buku berjudul “Al-’Adalatul Ijtima’iyah Fil Islam” (Keadilan Sosial Di Dalam Islam). Buku ini amat popular dan cemerlang sehingga menjadikan beliau termasyhur. Apalagi setelah buku ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, beliau benar-benar seorang tokoh yang berwawasan. Terutama buku ini sebagai jawapan dari sikap Nasser yang mengumandangkan Sosialisme Arab itu.

Sebenarnya Sayyid Quthub ditahan jauh sebelum peristiwa “Sandiwara Penentangan” terhadap Nasser pada tanggal 26 Oktober 1954, iaitu dua hari setelah Ikhwanul Muslimin dilarang oleh Nasser. Adapun kesalahan beliau yang paling banyak ialah kerana beliau mengarang dan menulis beberapa buku yang bersifat semangat Islam. Selain “Keadilan Sosial Dalam Islam,” juga buku “Mu’alimut Thar” (Tonggak-tonggak Jalan) yang isinya menolak kebudayaan jahiliyah moden dalam segala bentuk dan praktiknya.

Kekejaman terhadap para tahanan dan terhadap beliau dari penguasa mesir tak terkira. Melebihi Nazi Jerman.
Hal ini telah diungkapkan oleh para bekas tahanan yang kemudian selamat kembali kepada keluarga mereka. Mereka banyak berkisah tentang kekejaman penguasa zaman Raja Farouk mahupun oleh Pemerintah Nasser. Ramai para bekas tahanan itu yang bercerita sambil bercucuran air mata bila teringat kawan-kawannya yang mati diseksa dan dibantai di hadapan mata kepala mereka sendiri. Hukuman cambuk, cucian otak dengan alat-alat elektronik sehingga para korban menjadi hilang akal, dan sebagainya.

Bermacam-macam tuduhan yang dilontarkan. Tuduhan palsu, fitnah yang dibuat-buat, yang kesemuanya itu tidak ada kesempatan bagi para anggota Ikhwan untuk membela diri. Mereka tetap mengatakan Ikhwanul Muslimin salah, mengkhianati negara dan bangsa, dan sebagainya serta tuduhan-tuduhan yang tidak masuk akal.

Adik Sayyid Quthub yang bernama Muhammad Quthub meninggal dalam penjara. Dan Sayyid Quthub sendiri dibebaskan oleh penguasa pada tahun 1964 atas usaha Presiden lrak, Abdus Salam Aref almarhum. Selepas dari tahanan ini keluarlah buku beliau berjudul “Tonggak-tonggak Islam,” sehingga pada bulan Ogos 1965 beliau ditangkap dan ditahan lagi bersama 46,000 (empat puluh enam ribu) anggota Ikhwanul Muslimin.

Dalam pengadilan beliau berkata, “Aku tahu bahawa kali ini yang dikehendaki oleh pemerintah (Nasser) adalah kepalaku. Sama sekali aku tidak menyesali kematianku, sebaliknya aku berbahagia kerana mati demi cinta. Tinggal sejarah yang memutuskan, siapakah yang benar, Ikhwan ataukah regim ini.

Ketika beliau di mahkamah pada tahun 1954 juga berkata: “Apabila tuan-tuan menghendaki kepada saya, inilah aku dengan kepalaku di atas tapak tanganku sendiri!”

Pada bulan Ogos 1966 Mahkamah Tentera menjatuhkan hukuman gantung kepada tokoh Ikhwanul Muslimin termasuk beliau. Dengan sebuah senyum pada hari Isnin, di waktu fajar menyingsing tanggal 29 Ogos 1966, beliau meninggal dunia di tiang gantung sebagai jalan untuk menemui Allah!

Demikianlah hukum yang terjadi di dunia ini, yang benar belum tentu menang dan yang salah belum tentu kalah. Namun pada umumnya yang berkuasa itulah yang dibenar-benarkan, kerana pihak yang tidak mendapat kesempatan untuk berbicara kerana bukan penguasa, walau tidak kuasa berkata bahawa dirinya benar. Dan Nasser merasa dirinya di pihak yang benar sehingga Ikhwanul Muslimin dianggap sebagai pengkhianat bangsa dan negara. Padahal setiap Mesir ditimpa bahaya, penguasa selalu minta tolong kepada para anggota Ikhwanul Muslimin untuk tampil ke depan membela tanah air, tetapi setelah keadaan aman, Ikhwanul Muslimin dijauhkan dari kebenaran, diketepikan, dianggap sebagai organisasi yang najis dan ekstrim.

Demikianlah nasib para pejuang dalam membela kebenaran, bahawa risiko yang dihadapinya tidak sedikit dan bahkan sering membawa korban, diseksa, dianiaya dan demikian itulah cara Allah untuk mengetahui keimanan dan ketakwaan seseorang. Dengan demikian, jelaslah bahawa siapa saja yang tidak mahu berjuang untuk membela kebenaran adalah orang yang lemah mentalnya, dan akan mendapat seksa di akhirat nanti.

--------------------------------------------------------------------------------------------

Ibnu Taimiyah Dipenjarakan

Nama lengkap beliau adalah Taqiyuddin Abdul Abbas Ahmad bin Abdul Salam bin Abdullah bin Muhammad bin Taimiyah Al-Harrani Al-Hambali, yang lahir pada hari Isnin, 10 Rabiul Awwal 66l H. (22 Januari 1263 M) di Harran. Ayah beliau adalah seorang alim ahli agama, seorang besar dalam bidang agama Islam, iaitu Syihabuddin Abu Ahmad Halim Ibnu Taimiyah. Ayah beliau ini adalah seorang Imam Muhaqqiq yang banyak ilmunya, meninggal tahun 681H Neneknya adalah Syeikhul Islam, Majduddin Abul Barakat Abbas Salam Ibnu Taimiyah, seorang Hafiz Hadith yang ternama.

Kerana diburu oleh bangsa Monggol, maka ayah beliau pindah ke Damaskus dengan seluruh keluarganya. Di Damaskus itulah beliau mempelajari agama Islam, yang ternyata sebagai anak yang cerdas. Guru beliau antara lain adalah ulama besar yang bernama Zainuddin Abdul Daim Al-Mukaddasi, Najmuddin Ibnu Asakir, dan seorang ulama perempuan terkenal, Zainab binti Makki, dan sebagainya yang lebih dari seratus guru lagi banyaknya.

Beliau kuat ingatan, cepat hafal, lekas faham, dan tidak bosan membaca serta tidak pernah beristirehat di dalam menambah ilmu, juga dalam perjuangannya.

Setelah ayah beliau meninggal dunia, beliau menggantikan ayah beliau mengajarkan ilmu fiqh dalam mazhab Hambali dan dalam ilmu tafsir. Pada tahun 691H. (1292 M) beliau pergi haji, dan di Kota Makkah beliau bertemu dengan ramai ulama besar. Ramai ulama yang beliau tinggalkan namanya kerana salah dalam sesuatu debat dan pendapat di dalam masalah hukum.

Itulah Ibnu Taimiyah, ulama besar yang merengkuk dalam penjara Mesir. Baru saja beliau bebas dari penjara, kemudian ditangkap lagi dan dipenjarakan yang kedua kalinya selama setengah tahun lagi. Sebabnya kerana beliau menulis sebuah kitab yang isinya tentang masalah ketuhanan yang tidak disetujui oleh para ulama. Di dalam, penjara yang hanya setengah tahun itu beliau berhasil menginsafkan banduan yang merengkok bersama beliau sehingga semua yang insaf itu menjadi pendukung beliau dan menjadi pengikut yang setia. (Ada sumber yang mengatakan bahawa di penjara yang kedua ini selama satu setengah tahun lagi lamanya).

Adapun isi kitab yang menyebabkan beliau di penjara yang kedua itu adalah beliau menentang ajaran Tasawwuf Ittihadiyah yang menyatakan bahawa Allah boleh hulul (bertempat) dalam tubuh makhluk. Jelasnya kepercayaan hulul ialah kepercayaan bahawa Allah bersemayam dalam tubuh salah seorang yang memungkinkan untuk itu kerana kemurnian jiwanya atau kesucian rohnya. Adapun kepercayaan ittihad (Al-lttihad) ialah kepercayaan tentang Allah yang dapat bersatu dengan manusia. Apabila telah terjadi ittihad, maka orang yang bersangkutan tak sedar diri.

Hal ini mereka namakan makwu, atau sampai kepada tingkat lenyapnya zat yang fana dengan Zat Allah yang baqa. Kalau sudah sampai tingkat yang begini, maka segala yang diucapkan tidak terkena hukum syirik walaupun pada zahirnya syirik, kerana orang yang mengucapkan itu sedang dalam keadaan sukar atau mabuk kepayang. Di antara kaum sufi dan Guru Thariqat mempercayai melancarkan faham ini adalah Umar Ibnul Faridh dan Ibnu ‘Ath’allal.

Itulah faham sesat yang beliau tentang, tetapi beliau bahkan di penjara selama satu setengah tahun di Syam.
Baru beberapa hari keluar dari penjara yang kedua, ia ditangkap lagi dan dipenjarakan selama lapan bulan lamanya di Aleksandria, kerana fatwa beliau pula yang tidak sesuai dengan faham para ulama.

Keluar dari penjara Aleksandria, beliau dipanggil oleh Sultan Nashir Qalaun untuk memberikan fatwa di muka umum. Sebabnya sampai sikap sultan demikian ialah kerana sultan senang terhadap sifat terus-terang beliau. Beliau bersedia memberikan fatwa atau ceramah di muka umum, dan ternyata fatwa beliau itu menggemparkan para ulama yang bermazhab Syafi’e, namun beliau tetap dikasihi oleh Sultan. Bahkan beliau mendapat tawaran menjadi professor pada sebuah Sekolah Tinggi yang didirikan oleh Putera Mahkota.

Dalam tahun 1313 beliau diminta untuk memimpin peperangan lagi ke Syiria. Beliau diangkat menjadi professor lagi dalam sebuah Sekolah Tinggi, tetapi pada bulan Ogos 1318 beliau dilarang mengeluarkan fatwa oleh Penguasa, padahal fatwa-fatwa beliau itu diperlukan umat saat itu. Dengan diam-diam para murid beliau mengumpulkan fatwa-fatwa beliau yang cemerlang itu dan berhasil dibukukan, kemudian dicetak, yang bernama “Fatwa Ibnu Taimiyah” Alangkah sedih hati rakyat yang ternyata masih ramai yang mencintai beliau.

Mereka tetap mendatangi beliau minta fatwa-fatwa, terlebih lagi rakyat baru lepas rindunya terhadap beliau yang baru pulang ke Kota Damsyik yang beliau tinggalkan selama lebih dari tujuh tahun, dalam waktu itu beliau hidup dari penjara ke penjara.

Beberapa waktu kemudian beliau ditangkap lagi dan dipenjarakan yang keempat kalinya selama lima bulan lapan hari.

Demikianlah hidup beliau, dari penjara ke penjara. Semua perkara yang dijadikan masalah telah beliau keluarkan fatwanya. Soal talak tiga di dalam satu majlis hanya satu yang jatuh, tentang beliau melarang berziarah ke Masjid atas kubur keramat kecuali Masjid Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah dan Baitul Muqaddis di Jerusalem. Juga sekitar masalah keTuhanan dan memurnikan ajaran Islam, mengamalkan ibadah yang murni menurut faham yang terdahulu, iaitu faham salaf. Juga masalah syirik dan bid’ah yang membahayakan akidah Islam beliau tentang, agar Islam kembali kepada kemurniannya seperti zaman salaf.

Yang terakhir beliau ditangkap lagi atas perintah Sultan dalam bulan Sya’ban 726 H. (Julai 1326 M) dan kemudian dipenjarakan yang kelima kalinya selama 20 bulan. Kali ini kamar tahanannya amat sempit dan bertembok tebal. Dalam kamar tahanannya itu beliau tetap menulis, kerana menulis itu yang membawa kebahagiaan bagi beliau. Beliau dilarang berfatwa kemudian menulis, bahkan isi tulisannya sangat bagus.

Maka walaupun beliau hidup dalam lingkungan tembok penjara yang tebal, tetapi hati beliau tidak sedih dan tidak pula gundah. Dalam penjara inilah beliau berkata yang kemudian terkenal sampai sekarang, iaitu: “Orang yang terpenjara ialah yang dipenjara syaitan, orang yang terkurung ialah orang yang dikurung syaitan. Dan dipenjara yang sebenarnya ialah yang dipenjarakan hawa nafsunya. Bila orang-orang yang memenjarakan saya ini tahu bahawa saya dalam penjara ini merasa bahagia dan merasa merdeka, maka merekapun akan dengki atas kemerdekaan saya ini, dan akhirnya mereka tentulah mengeluarkan saya dari penjara ini.”

Setelah petugas tahu bahawa beliau dalam penjara terus menulis, maka semua kitab dan alat-alat tulis beliau dirampas dan dikeluarkan dari kamar penjara. Itulah hukuman yang paling kejam bagi beliau. Keadaan ini beliau terima dengan hati sedih dan bercucuran air mata.

Dalam penjara terakhir ini beliau bersama dengan para murid beliau yang juga dimasukkan dalam tahanan. Namun semua pengikut beliau yang ditahan itu telah dibebaskan, kecuali seorang murid beliau yang paling setia yang masih menyertai beliau dalam penjara, iaitu Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (691-751H).

Setelah tidak boleh menulis lagi, beliau pun mengambil kitab suci Al-Quran yang tidak ikut dirampas. Beliau baca Al-Quran itu sampai penat, kemudian berzikir dan solat, membaca Al-Quran lagi bertilawat, kemudian solat dan berzikir. Demikianlah yang beliau kerjakan, sehingga sejak beliau tidak boleh menulis telah menamatkan (mengkhatamkan) membaca Al-Quran 80 (lapan puluh kali).

Dan ketika beliau membaca akan masuk ke 81 kalinya, tetapi ketika sampai kepada ayat yang ertinya,” ... Sesungguhnya orang yang muttaqin itu akan duduk di dalam syurga dan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya, di dalam kedudukan yang benar, pada sisi Tuhan Allah Yang Maha Kuasa.” Beliau pun tidak dapat meneruskan bacaannya lagi, kerana jatuh sakit selama 20 hari.

Saat itu beliau telah berusia 67 tahun, dan telah merengkuk dalam penjara yang terakhir itu selama lebih dari 20 bulan lamanya, dan ketika itu sakit beliau semakin bertambah. Orang ramai tidak mengetahui bahawa beliau dalam keadaan sakit, kerana yang mengurus diri beliau hanyalah Ibnul Qayyim Al-Jauziyah muridnya yang setia. Baru setelah muadzin berseru dari atas menara bahawa beliau telah pulang ke rahmatullah, berduyun-duyun orang mengerumuni gerbang penjara.

Ramai orang yang terisak menangis dan meratapi kematian beliau. Juga ramai orang yang ingin mengambil berkah dari hanya melihat wajah beliau, memegang jenazah beliau dan bahkan ada yang mencium beliau.

Beliau meninggal dunia hari Isnin, 20 Zul Kaedah 728 H. (26-28 September 1328 M), dalam usia 67 tahun, setelah sakit dalam penjara lebih dari 20 hari. Beliau menghembuskan nafas yang terakhir di atas tikar solatnya, sedang dalam keadaan membaca Al-Quran.

Walaupun begitu beliau seorang yang banyak dibenci terutama oleh mereka yang bermazhab Syafi’e, tetapi jenazah beliau diiringkan ke pusara oleh 200,000 orang lelaki dan 15,000 orang wanita.

Demikianlah akibat yang dialami oleh beliau dalam memperjuangkan kebenaran, demi tegaknya agama Islam di atas dunia.

-------------------------------------------------------------------------------------------

Keangkuhan Raja Namrud
Nabi Ibrahim Dibakar Namrud


Di sebuah kota yang bernama Kota Babylon, semua orang yang tinggal di dalam kota tersebut berkeyakinan dan menyembah suatu Tuhan iaitu yang diperbuat daripada berhala. Jadi mereka mengukir patung-patung berhala lalu mereka juga yang menyembahnya. Mereka beribadah serta bersembahyang kepadanya dan mereka juga amat menakutinya tuhan berhala itu tadi. Dan antara lain menjadi salah satu tradisi mereka ialah apabila mereka selesai beribadah di rumah ibadah atau kuil mereka, sebelum keluar setiap mereka mesti membeli satu patung berhala kecil untuk mereka letakkan di dalam rumah dan juga untuk di sembah. Dan sebenarnya siapakah yang menjadi tukang ukir bagi patung-patung itu semua? Ia adalah seorang lelaki yang bernama Azar.

Pada suatu hari masuklah si anak kepada Azar tukang ukir patung anaknya, itulah dia Nabi Ibrahim as. Lalu Nabi Ibrahim pun bertanya kepada bapanya: “Wahai ayahku, adakah engkau benar-benar yakin dan percaya bahawa semua patung-patung yang kamu ukir dan jual itu semuanya adalah Tuhan yang hakiki?” Bila Azar mendengar pertanyaan sebegitu dari anaknya terus dia menjadi marah akan tetapi Nabi Ibrahim tidak memperdulikannya dan dia terus bertanya dan bertanya. Firman Allah SWT yang bermaksud: “Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapanya Azar: “Adakah engkau ambil berhala menjadi Tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaum engkau dalam kesesatan yang nyata.”
(Al-An’am: 74) Berterusanlah si Azar bapa Nabi Ibrahim memarahinya dia betul-betul marah kepada anaknya lantas dia berkata dengan suara yang tinggi kepada anaknya sepertimana yang difirmankan oleh Allah SWT yang bermaksud: Berkata bapanya: “Adakah engkau benci kepada Tuhanku ya Ibrahim? Demi jika engkau tidak berhenti nescaya kurejam engkau dengan batu dan tinggalkanlah aku dalam masa yang panjang.”
(Maryam: 46) Sesungguhnya Nabi Ibrahim siang dan malam tidak habis-habis memikirkan tentang dunia yang ada di sekelilingnya dia tercari-cari manakah satu Tuhan yang sepatutnya dan semestinya dia menyembah. Maka pada suatu malam yang gelap gelita tiba-tiba muncul bintang yang cahayanya bergemerlapan di langit. Jadi dia terus berkata di dalam hatinya: “Inilah Tuhanku maka bermula dari hari ini aku akan menyembahnya!” Akan tetapi malang bila tiba waktu siang semua bintang-bintang yang bergemerlapan di waktu malam itu tadi pun terus hilang. Firman Allah SWT yang bermaksud: Tatkala malam telah gelap Ibrahim melihat bintang lalu dia berkata: “Inikah Tuhanku? Tatkala bintang itu terbenam dia berkata: “Aku tidak mengasihi barang yang lenyap itu.”
(Al-An’am: 76) Keesokannya Nabi Ibrahim melihat kepada bulan pula dia mendapati bahawa bulan di malam hari itu terlalu cantik itulah bulan purnama namanya. Maka dia mula berkata-kata lagi di dalam hatinya: “Aku rasa inilah dia Tuhan aku. Maka aku akan menyembahnya moga-moga ada kebaikan buatku.”

Firman Allah SWT yang bermaksud: Tatkala dia melihat bulan telah terbit dia berkata: “Inikah Tuhanku?” Tatkala bulan itu terbenam dia berkata lagi: “Jika aku tidak di tunjuki oleh Tuhanku nescaya aku termasuk kaum yang sesat.”
(Al-An’am: 77) Akan tetapi sangkaannya itu meleset sama sekali kerana pada keesokannya bulan terbenam dan hilanglah cahayanya yang terang benderang pada waktu malam tadi. Tetapi dia tidak bersedih. bahkan bergembira kerana dia berpeluang melihat matahari pula. Lantas dia mengatakan: “Matahari lebih besar pula cahayanya dari bulan dan bintang, maka aku rasa inilah dia Tuhanku yang sebenar.” Tapi sayang bila sampai waktu petang di dapati matahari yang di sangkanya Tuhan itu turut hilang. Maka Nabi Ibrahim pun tidak jadi untuk menyembahnya. Firman Allah SWT yang bermaksud: Tatkala dia melihat matahari terbit dia berkata: “Inikah Tuhanku? Ini lebih besar.” Tatkala matahari itu terbenam dia berkata: “Wahai kaumku sesungguhnya aku berlepas diri dari apa-apa yang kamu persekutukan itu.” (Al-An’am: 78) Akhirnya Nabi Ibrahim mengambil keputusan bahawa dia tidak akan sama sekali menyembah mana-mana tuhan kecualilah Tuhan yang menjadikan alam ini Tuhan yang menjadikan bintang, bulan dan juga matahari juga dunia dan seisinya. Dia tidak akan sama sekali menyembah Tuhan selain Allah SWT. Firman Allah SWT yang bermaksud: “Ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Wahai Tuhanku perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang yang mati.” Allah berfirman: “Tidakkah engkau beriman?” Sahutnya: “Ya... aku beriman tetapi untuk mententeramkan hatiku.” Allah berfirman: “Ambillah empat ekor burung dan hampirkan kepada engkau (potong-potong semuanya) kemudian letakkan di atas tiap-tiap bukit sebahagian dari burung-burung yang dipotong itu, kemudian panggillah semuanya nescaya datanglah semuanya kepada engkau dengan segera dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Baqarah: 260) Bermula dari hari itu Nabi Ibrahim mula menyeru kepada kaumnya agar segera meninggalkan tuhan berhala mereka itu “sembahlah Allah Tuhan yang Esa dan juga Tuhan yang menjadikan kita semua.” Akan tetapi mereka tidak memperdulikan kata-katanya bahkan mereka mengutuk dan memberikan ancaman kepadanya. Firman Allah SWT yang bermaksud: “Mereka berkata: “Adakah engkau mendatangkan kebenaran kepada kami atau engkau bermain-main?” Dia berkata: “Bahkan Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakan semuanya. Dan aku menjadi saksi atas demikian itu.” (Al-Anbiyaa’: 55 dan 56) Mereka memang langsung tidak menghiraukan kata-kata Nabi Ibrahim hinggakan sampai peringkat mereka mengatakan bahawa Nabi Ibrahim adalah seorang yang bodoh lagi jahil dan juga akal fikirannya terlalu sempit serta menyeleweng. Maka pada suatu hari seluruh ahli penduduk kota itu keluar beramai-ramai kerana merayakan hari raya bagi Tuhan berhala-berhala mereka dan perayaan tersebut di jalankan di luar kota bukan di dalam kota. Jadi di kala itu tidak ada seorang pun yang tinggal di dalam kota lengang kecuali Nabi Ibrahim sahaja. Begitu juga dengan rumah ibadah mereka lengang tiada sesiapa.

Nabi Ibrahim merasakan bahawa inilah peluang untuk dia mengajar kaumnya lalu dia bersegera menuju ke rumah ibadah kaumnya. Dia terus masuk ke dalamnya yang mana terdapat satu kawasan lapang dipenuhi dengan bermacam-macam patung berhala. Tanpa berlengah Nabi Ibrahim terus mengambil kapaknya lalu dipukul dan dihancurkan ke semua patung-patung itu tadi habis semua dimusnahkan cuma satu sahaja yang tidak dimusnahkan iaitu patung yang paling besar. Kemudian yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dia menyangkutkan kapaknya tadi ke leher patung berhala yang besar itu dan Nabi Ibrahim terus pergi meninggal rumah ibadah tersebut pulang ke rumahnya.

Di kala itu semua kaumnya sedang sibuk merayakan perayaan tuhan mereka. Mereka merayakannya dengan penuh meriah sekali lebih-lebih lagi si raja yang bernama Namrud iaitu raja Kota Babylon ketua bagi mereka juga turut hadir. Bilamana perayaan tadi selesai terus raja memberi isyarat kepada hamba-hambanya dan tanpa berlengah si hamba-hamba tadi terus mengangkatnya untuk kembali semula ke dalam kota mereka. Dan sebelum sampai ke istananya raja mengarahkan kepada seluruh hamba-hambanya agar membawa dia ke rumah ibadah (kuil). Bila sahaja raja Namrud menjejakkan kakinya ke dalam kuil dia terperanjat besar begitu juga dengan rakyat-rakyat yang turut hadir. Dia dapati bahawa ke semua patung-patung berhala telah habis musnah jatuh bergelimpangan dan berkecai.

Kemudian Namrud berkata dengan suaranya yang tinggi: “Siapakah yang berbuat sebegini kejam sekali?” Seluruh rakyatnya yang hadir terus berkata: “Lain tidak bukan ialah seorang pemuda yang tidak mahu beriman kepada tuhan-tuhan kita ini. Pemuda itu namanya Ibrahim!” Raja Namrud terus menjerit: “Bawa segera pemuda itu ke mari!” Merekapun bersegera pergi mendapatkan Nabi Ibrahim. Mereka menangkapnya dan dibawa ke hadapan Namrud yang masih menunggu di dalam kuil.

Sampai saja terus Namrud berkata kepada Nabi Ibrahim: “Kamukah yang melakukan perbuatan ini kepada tuhan-tuhan kami?” Nabi Ibrahim berkata: “Bukan aku yang melakukannya kamu tidak lihat di leher patung berhala yang paling besar itu terdapat satu kapak yang besar. Sudah tentulah dia yang memusnahkan ke semua patung-patung itu. Kalau tidak percaya cuba kamu tanyakan kepadanya ataupun kamu tanyakan kepada patung-patung yang telah binasa tentang siapakah yang memusnahkan mereka semua?”

Raja Namrud dan rakyatnya tidak semena-mena merasa malu dan tersipu-sipu kerana mereka tahu bahawa sesungguhnya patung-patung itu sama sekali tidak boleh berkata-kata. Lalu Namrud pun terus berkata: “Wahai Ibrahim! Kamu sendiri pun tahu bahawa patung-patung itu semua tidak boleh berkata-kata, tidak boleh berjalan-jalan dan juga langsunglah tidak boleh buat apa-apa!”

Terus Nabi Ibrahim as. menjawab: “Jadi kalau begitu mengapa kamu menyembahnya. Bagaimana kamu boleh menyembah sesuatu yang langsung tidak memberi kamu apa-apa manfaat tidak memberi mudarat buat musuhmu dan langsung tidak dapat untuk mempertahankan, dirinya sendiri?”

Firman Allah SWT yang bermaksud: “Ibrahim berkata: “Patutkah kamu sembah selain Allah barang yang tiada manfaat kepadamu sedikitpun dan tidak pula memberi mudarat kepadamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahaminya?” (Al-Anbiyaa’: 66 dan 67) Akhirnya Raja Namrud dan seluruh rakyatnya mengambil keputusan agar Nabi Ibrahim dibakar dengan api atau unggun yang besar. Maka Namrud pun terus memerintahkan seluruh rakyatnya agar menyediakan api besar hinggakan sampai peringkat burung-burung tidak berani untuk terbang di atasnya kalau terbang juga mereka akan terbakar kerana nyalaan api yang besar itu.

Setelah sampai masa yang telah ditetapkan, Namrud pun duduk di atas singgahsana sambil terus melihat kepada api yang sangat besar itu di dalam hatinya terselit kegembiraan yang sangat kerana sekejap lagi Nabi Ibrahim akan mati dibakar api, dia gembira kerana api akan memakan seorang yang tidak mahu beriman dengan tuhan mereka.

Mereka pun mengikat Nabi Ibrahim pada satu tiang seakan-akan lastik yang besar dan terus Nabi Ibrahim di lemparkan ke dalam api yang besar itu. Mereka terkejut melihat Nabi Ibrahim kerana ketika mahu dilemparkan dia begitu tenang sekali langsung tidak meronta-ronta ataupun melawan. Lebih terkejutlah lagi bila mereka saksikan bahawa Nabi Ibrahim langsung tidak di makan oleh api bahkan dia boleh berjalan ke sana sini pula dalam api tersebut.

Firman Allah SWT yang bermaksud: “Wahai api! Hendaklah engkau menjadi dingin dan selamat terhadap Ibrahim.” Mereka hendak memperdayakan Ibrahim dengan dia lalu Kami berkati di dalamnya untuk seluruh alam.(Al Anbiyaa’: 69 dan 70) Sesungguhnya Allah SWT telah menyelamatkan Nabi Ibrahim dari kejahatan dan kezaliman si Raja Namrud dan rakyat-rakyatnya dan Allah menunjukkan kepada mereka bahawa sebenarnya patung-patung berhala itu langsung tidak memberi makna apa-apa langsung, tidak ada kekuatan dan bagi manusia yang di kurniakan akal fikiran pula tidak wajarlah merasakan bahawa patung berhala itu sebagai Tuhan yang mesti disembah.

Tidak lama selepas itu api yang besar tadi pun terpadam lalu Nabi Ibrahim segera keluar dari longgokan-longgokan bara api dengan selamat seakan-akan tidak ada apa-apa yang berlaku ke atasnya. Dan terus Nabi Ibrahim membawa dirinya meninggalkan kaumnya membiarkan mereka itu semua dengan kehendak mereka, juga buatlah sesuka hati dengan tuhan berhala mereka. Nabi Ibrahim menyerahkan segalanya kepada Allah SWT untuk memberikan hukuman juga membinasakan mereka.

Bermusafirlah Nabi Ibrahim membawa diri kepada Tuhannya ditinggalkannya kaum yang degil lagi bodoh sombong dalam kebinasaannya yang telah Allah jadikan kepada mereka. Dia membawa diri bermusafir hinggalah sampai ke bumi Palestin dan di sana dia menyeru manusia supaya beriman Tuhan yang Esa iaitu Allah SWT dan mengerjakan ibadah kepadanya. Ditakdirkan oleh Allah SWT bahawa di mana sahaja Nabi Ibrahim pergi dia tetap menanamkan keimanan kepada Allah dan akhirnya Allah SWT juga telah memberi hadiah yang besar kepadanya iaitu lahirlah dari zuriatnya keturunan yang baik dan soleh yang kemudian kebanyakan mereka itu menjadi nabi dan rasul yang Allah utuskan kepada seluruh manusia agar membawa mereka kepada bertuhankan Allah SWT dan menjauhkan mereka dari bertuhankan tuhan selain Allah seperti berhala dan lain-lain lagi. kemudian memberi tunjuk ajar kepada seluruh manusia untuk beribadah kepada Allah SWT. Dengan sebab itulah Nabi Ibrahim digelarkan dengan gelaran “Bapa sekalian nabi-nabi.”

Firman Allah SWT yang bermaksud: “Perhatikanlah riwayat Ibrahim dalam kitab (Al-Quran). “Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat benar dan seorang nabi.” (Maryam: 41)

---------------------------------------------------------------------------------------

Namrud Berlawan Dengan Tentera Nyamuk

Kebinasaan Namrud ini terjadi pada hari Rabu, ia dibinasakan Allah SWT dengan tentera nyamuk.

Firman Allah SWT yang bermaksud: “Dan tidak ada yang mengetahui tentera Tuhanmu melainkan Dia sendiri.” (Al-Muddatsir: 31) Namrud mempunyai tentera sebanyak tujuh ratus ribu penunggang kuda dengan senjata yang lengkap. Namrud berkata kepada Nabi Ibrahim: “Hai Ibrahim, jika Tuhanmu mempunyai malaikat, maka kirimkanlah kepadaku untuk berperang denganku. Jika sanggup ambillah kerajaanku ini.”

Maka Nabi Ibrahim as. munajat kepada Allah SWT: “Ya Ilahi sesungguhnya Namrud dengan tenteranya menunggu kedatangan tenteramu, maka kirimkanlah kepada meraka tentera daripada selemah-lemah makhlukmu iaitu nyamuk.”

Ketika Namrud dan tenteranya telah berkumpul di padang yang luas, maka Allah memerintahkan nyamuk keluar dari lautan. Lalu keluarlah tentera nyamuk hingga menutupi permukaan bumi dan langit. Kemudian nyamuk bertanya: “Ya Tuhan kami, apakah yang harus kami laksanakan?” Allah berfirman: “Aku telah menjadikan rezeki kamu semua pada hari ini berbentuk daging tentera Namruz.”

Kemudian Allah SWT memberikan kekuatan kepada nyamuk-nyamuk tersebut. Lalu nyamuk-nyamuk tersebut menyerang tentera Namrud, menghisap semua darah mereka, Allah memerintahkan kepada nyamuk agar menunda penyeksaan terhadap Namrud. Agar ia dapat melihat sendiri kehancuran tenteranya. Maka nyamuk-nyamuk itu pun membiarkan Namrud sehingga ia dapat pulang ke istana.

Nabi Ibrahim as. merasa hairan dan takjub melihat peristiwa tersebut. Kemudian Allah berfirman kepadanya:
“Wahai Ibrahim, demi kemuliaan dan keagungan-Ku, sekiranya engkau tidak meminta kepada-Ku supaya mengutus tentera nyamuk, tentu aku akan mengirimkan yang lebih halus daripada nyamuk, jika seribu di antaranya berkumpul menjadi satu tidak mencapai besarnya nyamuk, tentu akan aku musnahkan juga mereka dengannya.”

Ketika telah dekat seksaan untuk Namrud, lalu Allah memerintahkan seekor nyamuk untuk menjalankan tugas tersebut. Nyamuk itu berkeliling di sebatang pohon selama tiga hari. Setelah sampai tiga hari, maka ia masuk ke dalam kepala Namrud melalui lubang hidungnya. Kemudian ia memakan otak Namrud selama 40 hari.

Begitu besar sifat pengasih dan penyayang Allah SWT. Allah tidak menyeksa Namrud dengan segera, tetapi masih diberi masa ia bertaubat. Masa tiga hari yang diberikan terhadap nyamuk tersebut tidak digunakan oleh Namrud untuk menerima kebenaran Allah SWT. Maka jadilah Namrud tergolong ke dalam orang-orang yang dimurkai Allah SWT.

Nabi Palsu Memurtadkan Ummah

| Si Hitam Yang Bercadar | Merancang Pembunuhan |

.esungguhnya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib Al-Quraisyi telah dinyatakan oleh Allah sebagai Nabi dan Rasul terakhir, Allah sekali-kali tidak mengangkat Nabi lagi sesudahnya. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Quran yang ertinya: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapa dari salah seorang lelaki di antara kamu, tapi dia adalah Rasul Allah dan penutup para Nabi. Dan Maha Mengetahui atas segala sesuatu.”
(Al-Ahzab, ayat 40) Akan tetapi sejarah mencatatkan ramai individu yang mengaku sebagai Nabi sejak Nabi Muhammad masih hidup, sehingga ke abad dua puluh ini. Bermacam-macam dalil yang mereka kemukakan untuk memperkuat dakwaannya, tapi orang-orang berakal menolak dengan tegas dan menganggapnya sebagai perkara yang melucukan. Semua Nabi-Nabi yang diangkat Allah dapat dilihat sejarahnya bahawa mereka tidak ada maksud apa-apa selain hanya menjalankan perintah Allah.

Sedang para pendakwa Nabi atau Nabi-Nabi palsu itu masing-masing mempunyai kepentingan individu tersendiri, sama ada ditaja oleh pihak lain atau atas daya usahanya sendiri. Sebahagian besar mereka yang mengaku menjadi Nabi itu dikenakan berbagai hukuman, ada yang digantung sampai mati, dibakar, dirotan dan ada pula yang dipulihkan dari penyakit jiwanya.

Sejarah pun mencatat nama-nama individu yang pernah mengaku menjadi Nabi dari zaman ke zaman, di antaranya ialah Musailamatul Kazzab, Aswad Al-Insi, Tulaihah Al-Asadi, Sajjah binti Al-Harith, Ahmad bin Husain, Laqit, Mirza Ghulam Ahmad, Mirza Ali Muhammad, Bahaullah, Al-Mukhtar bin Ubaidillah, Ibnu Sam’an, Amir bin Harb, Abu Mansur Al-Ijli, Ibnu Said As-Sajli, Abu Khattab Al-Asadi, Ibnu Bahram Al-Juba’i, Hasan bin Hamdan, Abul Qasim An-Najar, Al-Muni’ul Qashar, Ibnu Kharba Al-Kindi, Abu Muslim As-Siraj dan lain-lain. Turut mengaku sebagai Nabi juga adalah:

Harith bin Saad; dia mendakwa menjadi Nabi di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Daulat Bani Umaiyah. Ramai orang yang dapat dipengaruhi dan menjadi pengikut-nya. Tapi kesudahannya dia dibunuh bersama pengikut-pengikutnya.

Isa Al-Asfahan; dia mendakwa dirinya diangkat menjadi Nabi di masa Khalifah Al-Mansur dari Daulat Bani Abbasiah . Akhirnya dia dihukum bunuh.

Faris bin Yahya, dia mendakwa dirinya menjadi Nabi di masa pemerintahan Khalifah Al-Muktaz di Mesir. Faris mengaku sebagai Nabi Isa dan mendakwa dapat menyembuhkan penyakit sopak, orang buta, penyakit kusta dan menghidupkan orang mati.

Ishak Al-Akhras, dia mengaku sebagai Nabi di Asfahan (Iran). Dia pandai membaca kitab Taurat, Injil dan pandai mentafsirkan Al-Quran sesuka hatinya. Di antara ajarannya ialah barangsiapa yang beriman kepada Allah, beriman kepada Nabi Muhammad dan beriman kepadanya, dialah orang-orang yang mendapat kemenangan. Kerana kepandaiannya bertutur kata, ramai orang yang dapat dipengaruhinya dan menjadi pengikutnya. Ishak pada akhirnya dapat dihukum bunuh.

Aswad Al-Insi
Namanya sebenar adalah Ailat bin Kaab bin Auff Al-Insi keturunan bangsa hitam Habasyah yang tinggal di Jazirah Arabia. Oleh kerana itulah dia dipanggil Aswad yang bermakna Si Hitam Pekat, dan terkenallah namanya sebagai Aswad Al-Insi. Dia mengaku dirinya sebagai nabi pada saat-saat menjelang Rasulullah SAW jatuh sakit dan segera mendapat pengikut yang ramai di kalangan kaumnya. Akan tetapi nabi palsu ini dapat dibunuh pada tahun 11 H/632M iaitu di saat-saat menjelang kewafatan Rasulullah SAW.

------------------------------------------------------------------------------------------

Si Hitam Yang Bercadar

Aswad Al-Insi sentiasa menutup mukanya dengan cadar (purdah) seperti yang biasa dipakai oleh kaum wanita sehingga dia dipanggil juga dengan nama Zul Khimar yang bermakna orang yang memakai cadar. Dia sendiri rela dirinya diberi gelar Si Hitam atau Aswad. Sebelum mengisytiharkan dirinya sebagai nabi, Aswad Al-Insi memang terkenal sebagai seorang yang mempunyai ilmu-ilmu hitam dan sihir (black magic) yang mampu memperlihatkan hal-hal yang aneh, ajaib dan menakutkan. Kerana kebolehannya itu, dia ditakuti dan dikagumi di kalangan kaumnya dan pengaruhnya besar. Ditambah lagi dia sebagai seorang orator yang tutur katanya manis dan menarik. Orang-orang awam dari suku besar Mazhaj segera mempercayainya bahawa dia sebagai nabi.

Ajaran utama Aswad adalah membebaskan manusia dari kewajipan solat dan membayar zakat serta membenarkan perzinaan. Kewajipan solat dan zakat inilah yang dirasakan berat oleh sesetengah kabilah Arab selama ini. Apabila mendengar ajaran yang dibawa oleh “nabi” baru itu sangat sesuai dengan nafsunya, mereka berpusu-pusu datang menyatakan sokongan dan sedia mati membela Aswad Al-Insi. Mereka bersedia bergadai nyawa jika Aswad mengarahkannya menyerang Madinatul Munawwarah tempat Nabi Muhammad menyampaikan ajarannya.

Setelah memperolehi pengikut yang ramai, Aswad maju menyerang kota Najran yang ketika itu dibawah pengawasan penguasa Islam Amru bin Hazmi dan Khalid bin Saad.

Aswad berhasil menduduki kota itu dan wilayah sekitarnya, sementara kedua-dua penguasa Islam di situ terpaksa berundur ke kota San’a. Maka berlangsunglah keluar agama (murtad) secara besar-besaran di kawasan-kawasan yang dikuasai oleh Aswad.

Dalam masa yang singkat, pengikut Aswad telah bertambah besar dan dia bertambah sombong dan bermaharajalela. Kekuatan tenteranya semakin besar kerana para pengikutnya rela berperang bersamanya. Langkah seterusnya dia membentuk 700 pasukan berkuda yang dipimpin oleh Kais bin Abdi Yaguts Al-Muradi sebagai panglima perang besarnya. Sedang zon-zon pasukannya dipimpin Maawiyah bin Kais Al-Janabi, Yazid bin Maharram, Yazid bin Hushain Al-Harithi dan Yazid bin Afkal Al-Yazidi.

Pasukan berkuda Aswad bergerak menyerang kota San’a yang ketika itu diperintah oleh penguasa Islam bernama Emir Syahr bin Bazan yang dikukuhkan oleh Rasulullah SAW sendiri. Syahr bin Bazan keluar dengan pasukannya menyambut kedatangan pasukan Aswad. Maka terjadilah pertempuran sengit di antara kedua-dua pasukan itu yang berakhir dengan kekalahan di pihak Syahr bin Bazan yang menemui syahid di dalam pertempuran bersama sejumlah besar tentera Islam lainnya.

Aswad menduduki San’a dengan sombong dan mengambil janda Syahr bin Bazan yang bernama Azaz yang sangat terkenal cantik jelita itu menjadi salah seorang isterinya secara paksa. Walaubagaimanapun Azaz tetap menjadi seorang muslimah yang solehah, taat kepada Allah dan Rasul-Nya sekalipun jasmaninya berada dalam genggaman Aswad secara paksa. Aswad juga telah mengangkat Fairuz Ad-Dailami bersama Emir Dazwih untuk mengetuai seluruh kaum peranakan (al-Abnak).

--------------------------------------------------------------------------------------------

Merancang Pembunuhan

Dengan kejayaan Aswad menakluki San‘a, umat Islam di seluruh wilayah Hadramaut menjadi cemas dan khuatir kalau-kalau nabi palsu itu mengarahkan pasukannya menyerbu wilayah Hadramaut pula. Mereka berada dalam keadaan berjaga-jaga untuk menghadapi segala kemungkinan. Rasulullah SAW di Madinah telah mengetahui perkara yang terjadi.

Baginda telah menghantar Wabar bin Yuhannis Al-Asadi sebagai utusan ke Yaman untuk memberikan arahan agar kaum Muslimin di sana tetap bertenang dan menyusun kekuatan semula untuk menghadapi Aswad. Muaz bin Jabal yang ketika itu sedang bertugas di Yaman, telah berkeliling menghubungi orang-orang yang masih kuat imannya.

Kedatangan utusan dan khabar dari Rasulullah itu telah membuat kaum Muslimin terhibur dan semangatnya naik semula untuk menghadapi Aswad.

Sementara Aswad sendiri semakin sombong akan kejayaannya. Dia merasa kejayaan yang dicapainya dalam waktu singkat itu adalah berkat kekuatannya sendiri dengan menggerakkan ilmu-ilmu hitamnya. Sehingga dia sering mencemuh Qais bin Abdi Yaguts panglima perang yang telah berjasa dalam memimpin tenteranya.

Tidak ketinggalan Fairuz Ad-Dailimi dan Emir Dazwah juga sering dicemuh dan dihina oleh Aswad di hadapan orang ramai. Akibatnya, sama ada panglima Qais, penguasa Fairuz dan Dazwah menjadi benci terhadap Aswad.

Lebih-lebih lagi perempuan janda Syahr yang dijadikan isteri secara paksa oleh Aswad sangat dendam dan membenci nabi palsu itu. Tapi mereka tidak berani berbuat apa-apa kerana Aswad sangat terkenal, ramai pengawalnya dan sering menggunakan khidmat syaitan-syaitan / jin-jinnya untuk mencelakakan seseorang.

Muaz bin Jabal melihat situasi ini sangat menguntungkan untuk mengambil kesempatan. Secara senyap-senyap dia melakukan pendekatan kepada Fairuz Ad-Dailimi dan Dazwah sambil memperlihatkan surat Rasulullah SAW. Kedua-dua Emir itu sangat gembira, bagaikan kejatuhan emas dari langit ketika menerima khabar dari Rasulullah SAW. Mereka pun melakukan pendekatan pula terhadap panglima perang Qais bin Abdi Yaguts dan berhasil. Kini ketiga-tiga orang penting Aswad itu telah sepakat untuk memusnahkan tuan besarnya yang bongkak.

Walau bagaimanapun, mereka bertiga mesti melaksanakan maksudnya dengan terancang dan tipu helah. Sebab disekitar Aswad sangat ramai tentera, pengampu dan pengawal yang menjaganya setiap masa. Apabila mereka yang menyimpan dendam itu telah sebulat suara untuk membunuh Aswad, syaitan-syaitan nabi palsu itu dapat mengesannya lalu memberitahukan kepada Aswad.

Syaitan-syaitan itu memberitahukan kepada Aswad bahawa ada komplot yang ingin membunuhnya yang dianggotai oleh panglima perang dan orang-orang penting lainnya. Aswad segera memanggil Qais dan memberitahukan wahyu yang dibisikkan oleh syaitan itu.

“Wahai Qais! Aku menerima wahyu yang tidak sedap tentang kamu.” kata Aswad.

“Apa katanya?” tanya Qais.

“Engkau memuliakan Qais, menaruh kepercayaan dan bermurah hati kepadanya. Awas, kelak bila dia sudah sangat akrab dengan kau dan mempunyai kedudukan yang kuat seperti engkau, dia akan menjadi lawanmu, merampas kekuasaanmu dan melakukan pengkhianatan. Wahai Aswad! Kasihan engkau.” kata Aswad memberitahukan bisikan syaitannya.

Qais pura-pura menafikan perkara itu sambil berkata dan berkata palsu: “Wahai Zul Khimar! Itu semua bohong. Tuanku sungguh agung dan mulia di sisiku, sehingga tidak pernah terlintas dihatiku ada cita-cita seperti yang tuanku khuatirkan itu.”

“Engkau sungguh biadab wahai Qais! Engkau telah menganggap seorang raja berbohong. Raja bercakap benar, dan sekarang aku tahu bahawa engkau mesti menyesal atas semua yang pernah engkau lakukan.” kata Aswad dengan marah sambil melihat Qais dari kepala hingga ke kakinya.

Qais dibebaskan dan segera keluar menjumpai teman-teman sehaluannya untuk membincangkan apa yang telah terjadi.
“Kalau begitu, mulai sekarang kena berwaspada.” kata mereka.

Tiba-tiba mereka punya idea untuk mendekati Azaz yang menjadi isteri paksa Aswad dan sangat membencinya. Kebetulan pula perempuan cantik jelita itu masih saudara sepupu kepada Fairuz.

Mula-mula Qais menjumpai Azaz secara senyap-senyap dan mencuri-curi, sebab kalau diketahui Aswad, padahnya sangat besar.

“Wahai sepupuku! Engkau telah tahu musibah yang menimpa kaummu gara-gara kekejaman lelaki itu (Aswad). Dia telah membunuh suamimu, memalukan kamu dan memaksa perempuan menjadi miliknya. Adakah engkau tidak dapat bertindak sesuatu keatasnya?” tanya Qais kepada Azaz.

“Bertindak bagaimana?” tanya Azaz.

“Menghalaunya keluar.”

“Bagaimana kalau dia dibunuh saja?” tanya Azaz.

“Dibunuhpun boleh.” kata Qais.

“Memang, demi Allah. Allah tidak menciptakan seseorangpun yang paling aku benci selain si Aswad itu. Jika kamu sudah berazam untuk membunuhnya, beritahu aku. Aku akan memberimu tunjuk ajar tentang perkara ini.” kata Azaz.

Kepala Aswad Dicampak ke Tanah

etelah berhasil menghubungi Azaz, Qais segera keluar dan berunding dengan kawan-kawannya mengenai jalan terbaik untuk membinasakan Aswad. Sementara Aswad sendiri semakin terasa bahawa ada komplotan yang ingin memudaratkan dirinya. Dia mendapat tahu perkara ini dari syaitan-syaitan yang menjadi temannya. Dia mencurigai Fairuz dan selalu memanggilnya untuk disoal siasat, tapi Fairuz menafikan bahawa dirinya sedang memendam rasa benci.

Suatu hari Aswad mengadakan sembelihan haiwan secara besar-besaran yang terdiri dari seratus ekor lembu dan unta di hadapan orang ramai. Tiba-tiba Aswad berkata kepada Fairuz: “Wahai Fairuz! Aku telah menerima wahyu bahawa engkau benar-benar ingin memusnahkan aku. Aku benar-benar bercadang akan menyembelih engkau seperti haiwan-haiwan ini.”

Sekali lagi Fairuz menafikan tuduhan itu dengan mengeluarkan perkataan-perkataan yang membanggakan Aswad. Fairuz mengingatkan Aswad bahawa dirinya telah diberi pangkat sebagai pengetua kaum peranakan dan juga masih iparnya, mana mungkin akan menaruh dendam?

“Aku menyukai tuan, sebagaimana tuan menyukai aku.” kata Fairuz.

“Betul itu. Baiklah sila agih-agihkan danging haiwan ini kepada orang ramai.” kata Aswad Al-Insi.

Akan tetapi apabila Fairuz selesai membagi-bagikan daging dan ingin berjumpa dengan Aswad, dia mendengar berita bahawa nabi palsu itu betul-betul ingin membunuhnya. Fairuz segera pergi kepada teman-teman sehaluannya untuk berunding. Masa telah suntuk. Kalau nabi palsu itu tidak segera dibunuh, nasib mereka yang diketahui belot pasti sangat berbahaya. Ketiga-tiga orang penting itu telah nekad untuk bekerja sama dengan isteri paksa Aswad untuk membunuhnya. Fairuz dipilih untuk berjumpa terus dengan Azaz, kerana dia masih sepupunya.

“Bilik-bilik kediaman Aswad dipagar dan dipenuhi dengan pengawal-pengawal, kecuali bilik yang ini yang tidak begitu ketat kawalannya.” kata Azaz kepada Fairuz.

Walau bagaimanapun Azaz yang sangat menaruh dendam terhadap Aswad memberikan cara rahsia untuk sampai ke bilik tidur orang yang dibencinya itu. Dia mengarahkan agar membuat suatu lubang sulit yang boleh mencapai bilik Aswad, dan dia sendiri akan membantunya secara sulit pula. Setelah berbincang banyak, Fairuz segera berpaling akan keluar dari rumah Azaz. Akan tetapi tiba-tiba Aswad datang dan melihat Fairuz baru keluar dari Azaz.

“Kurang ajar. Hai Fairuz! Mengapa engkau berani masuk ke tempat isteriku?” kata Aswad dengan marahnya.
Tidak ampun lagi, Aswad menangkap batang leher Fairuz dan akan membunuhnya ketika itu juga. Nasib baik Azaz segera datang dan berteriak: “Jangan apa-apakan! Dia adalah saudara sepupuku datang menziarahiku. Apa salahnya.”

“Engkau diam!” kata Aswad menengking Azaz.

Kerana masih merasa sangat sayang kepada Azaz yang sangat cantik jelita itu, Aswad tidak jadi membunuh Fairuz. Dia melepaskan cengkamannya dengan kasar sambil berkata: “Berambuslah engkau dari sini!”

“Selamat, selamat......” kata Fairuz yang masih ketakutan itu ketika berjumpa dengan kawan-kawannya dan menceritakan apa yang telah terjadi.

Mereka terus berbincang langkah seterusnya. Azaz pula mengirim pesan agar azam mereka diteruskan dan menyatakan sokongannya. Ketika Aswad tidak ada, Fairuz masuk lagi ke rumah Azaz dan segera menggali lobang sulit. Tiada berapa lama Aswad pun datang, dan Azaz sudah bersedia dengan sikap seperti seorang yang sedang berziarah.

“Siapa lagi ini?” tengking Aswad.

“Dia saudara sesusuanku dan juga sepupuku. Mengapa engkau selalu curiga?” jawab Azaz.

Fairuz pun dihalau keluar dan berjumpa dengan teman-temannya.

Pada sebelah malam, mereka pun masuk ke rumah Aswad melalui lubang sulit yang telah dibuatnya. Azaz pula sudah siap sedia memberikan laluan kepada mereka untuk membunuh suaminya. Malam itu Aswad sedang berada dalam keadaan separuh sedar kerana mabuk arak dan tertidur pulas di atas tilam sutera. Ketika Fairuz masuk, syaitan-syaitan Aswad mengejutkannya lalu didudukkannya dalam keadaan separuh sedar.

“Ada apa dengan engkau hai Fairuz?” kata Aswad yang sedang tertidur mabuk itu.

Fairuz khuatir Aswad akan sedar. Oleh kerana itu dia cepat-cepat menangkap kepalanya, menekan lehernya dari belakang, dipijak lalu dihantuk-hantukkannya kepala nabi palsu itu sehingga mati. Kemudian Fairuz keluar memberitahukan teman-temannya yang sedang mengepung di luar bahawa nabi palsu itu sudah mati. Gegap gempitalah takbir di sekitar itu. Akan tetapi syaitan-syaitan Aswad selalu menggerak-gerakkan tubuhnya sehingga kelihatan seperti masih hidup.

Mereka pun tidak dapat memastikan bahawa dia telah mati. Azaz segera menarik rambut Aswad kuat-kuat, sehingga syaitan Aswad tak tentu hala. Sedang orang yang lain terus memotong lehernya, sehingga terpisahlah kepala nabi palsu itu dari badannya. Orang-orang yang berkawal di sekitar rumah kediaman Aswad merasa curiga apabila mendengar suara yang mencurigakan.

“Suara apa itu?” tanya mereka.

“Tidak ada apa-apa, hanya nabi sedang menerima wahyu.” jawab Azaz.

Fairuz, Qais dan Dazwiyah berunding cara yang paling berkesan untuk menunjukkan kepada orang ramai bahawa nabi palsu itu sudah dibunuh. Mereka sepakat untuk mengumpulkan orang ramai di sekitar istana menjelang Subuh. Menjelang Subuh, orang ramai pun berkumpul berpusu-pusu di sekitar istana kerana mengikut arahan. Mungkin dikatakan kepada mereka bahawa nabi Aswad memintanya mereka agar berkumpul. Mereka yang berkumpul bukan saja dari pengikut setia Aswad, tapi juga dari kalangan orang-orang beriman dan yang masih menyimpan iman di hatinya.

Waktu Subuh pun masuk, Qais naik ke bumbung istana lalu melaungkan azan. Apabila sampai pada lafaz Asyhadu anna Muhammadarrasulullah.....tiba-tiba ditambah dengan Wa anna Abhalah (Aswad) pendusta”. Serentak dengan perkataan Abhalah, si tukang azan tiba-tiba melemparkan kepala nabi palsu Aswad ke tanah.

Maka tahulah mereka bahawa Aswad yang angkuh itu sudah dibunuh. Maka gemuruhlah takbir, kepala Aswad lalu disepak-sepaknya ke sana ke sini. Orang ramai bertaubat dan kembali kepada agama Islam yang sebenar dan mengucapkan taat setia kepada Rasulullah SAW. Tamatlah riwayat nabi palsu Aswad Al-Insi setelah berkuasa selama lebih kurang empat bulan sahaja. Sementara di Madinah Rasulullah SAW telah mengetahui peristiwa tersebut dari Allah pada malam itu juga.

“Al-Insi telah dibunuh malam tadi oleh lelaki yang diberkati dari keluarga yang diberkati.” kata Rasulullah.

“Siapa itu wahai Rasululllah?” tanya sahabat.

“Fairuz Fairuz.” jawab Rasulullah SAW. Wallahu a’lam.

Banyak pihak merasa lega dengan kematian Aswad, tapi ramai yang masih bimbang akan kemunculan konco-konconya yang mungkin boleh menggugat keamanan kaum Muslimin. Fairuz sendiri berkata: “Setelah Aswad kami bunuh, keadaan kita kembali seperti sedia kala dengan usaha Mu’az bin Jabal, dan dia yang menjadi imam solat kami. Akan tetapi walaupun Aswad sudah tidak ada, pasukan berkuda teman-teman Aswad masih ada. Kemudian setelah tersiar berita kewafatan Rasulullah, timbullah kegelisahan di merata tempat.”

Kebimbangan Fairuz itu menjadi kenyataan apabila dikemudian hari banyak lagi Nabi palsu dan pembelot agama membuat kekacauan. Bahkan Qais bin Abdi Yaguth juga tiba-tiba murtad dan ingin berkuasa sepenuhnya, tapi dapat dipadamkan akhirnya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan